Namanya Dewangkara Maheswara. Namun, seluruh anak buahnya sepakat mengganti namanya menjadi Dewa Angkara Murka. Selain tukang murka, dia juga suka bertitah bagai dewa. Apa pun yang diinginkannya harus tercapai saat itu juga.
Termasuk saat dia 'meme...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Bapak gila ya, bilang begitu di depan Bu Dahlia?" Aku mengempaskan diri ke jok mobil Dewang. Wah, ini inner-mind-ku bekerja di luar kendali.
Kasihan Alan. Malang sekali nasibnya sebagai asisten. Dia yang mengambil mobil dan menukarnya dengan motor tadi, lalu mengirimnya ke Plaza Senayan. Untungnya, mungkin jadi ikutan bisa nyicipi makan di Angus House. Pasti terasa lezat, tidak sepertiku yang merasa semuanya hambar. Alasannya jelas karena Alan tidak dicecar Bu Dahlia sepertiku. Malahan, Bu Dahlia terlihat bestiebanget sama Alan.
"Kamu psikiater sampai-sampai punya hak nuding saya gila?"
Aku mengembuskan napas gemas. "Omongan Bapak tadi bikin saya mau gila."
"Jadi yang gila kamu apa saya?"
Aku mundur dari motor. "Sudahlah, saya pulang sendiri saja."
Dewang malah tertawa dan mengunci pintu sebelahku. Aku memberengut menatapnya. "Tenang dulu, nggak lucu kalau Mama lihat kamu keluar mobil saya."
Benar, mobil Bu Dahlia masih di parkiran. Mobilnya terlihat dari tempat kami parkir sekarang. Mungkin dia sedang cek jadwal dan mengagendakan adegan pelabrakan dalam tempo waktu secepat-cepatnya. Aku yakin, dia tidak akan menampakkan itu di depan anaknya. Dalam adegan-adegan sinetron yang aku lihat—kadang aku nonton sinetron kalau pengin marah-marah tanpa merugikan orang, ibunya akan tampil datar, tapi dibelakang akan menghina-hina perempuan tak tahu diri yang mencintai anaknya.
"Bisa-bisanya Bapak bilang saya yang naksir duluan dan ngejar-ngejar Bapak. Mau ditaruh mana muka saya?"
Dewang menepuk pipiku. "Masih nempel di situ muka kamu."
"DEWANG!" Ya Tuhan, saking emosinya ternyata aku bisa kehilangan sapaan 'Pak', pakai bentakan pula. Iya, aku sadar Dewang bosku. Iya, aku salah nggak bisa ngomong karena ketakutan dan kegugupan mendominasi. Iya, aku ini nggak cukup pemberani. Tapi masa aku diam saja habis diperlakukan kayak tadi? Orang kalau ditekan setengah mati pasti muncul sisi-sisi beraninya.
Untuk sesaat, Dewang kaget. Mukanya kaku tanpa ekspresi. Emosiku berubah takut. Bisa-bisanya aku lepas kontrol kayak tadi. Mau gimana juga dia bos. Namun, sesaat kemudian dia tertawa terbahak-bahak.