[38] Cara Cancel Restu 'MERTUA Imitasi'

14K 2.2K 163
                                    


Chapter ini mungkin... bakal sedikit menjemukan. Tapi dengan begini, kalian bakal diajak menyelami pikiran tokoh-tokoh lainnya dari sudut pandang berbeda—selain Mosha.

Well said mungkin terbersit sesekali bahwa Dewang terlalu mengerikan, redflag--kalau kata nak-jaman-sekarang—begitu juga Mosha yang kelewat negative thinkingmelulu, gamang terus, drama-drama. Bu Dahlia juga. Namun, bagaimana kita diajak melihat mereka, mengenal lebih jauh, dari sudut pandang berbeda?

Here we go, and lemme know... what do you think about?


Love aya.

Sambil upload, sambil nonton Alchemy of Soul S2

Eh, kalau aku naruhin foto cast ala-ala sama musik gt sebenernya ngaruh atau malah ganggu sih buat kelen?

oOo



"Saya dan Pak Dewang sudah putus, Tante

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya dan Pak Dewang sudah putus, Tante."

Akhirnya kalimat itu aku ucapkan setelah sejak tadi menunggu momen jangan sampai Bu Dahlia sedang minum atau makan. Takut tersedak. Sekarang, sendoknya berada tepat di depan bibir. Batal disuap. Pasti napsu makannya menguap. Padahal, kami sedang ada di restoran steik favorit Bu Dahlia. Dia mengajakku ke sini karena ada menu baru katanya.

Hening. Wajah Bu Dahlia langsung datar. Aku melipat bibir, menatap ke mana saja asal bukan wajah Bu Dahlia.

"Pantas saja, Dewang kalau Tante tanya soal kamu malah nyuruh chatsendiri."

Itu karena dia ngambek, plus kenyataannya Dewang nggak tahu apa-apa soal aku. Update dari mana? Chatsaja jarang. Apalagi sejak dia ngoceh-ngoceh nggak jelas di ruangannya waktu itu. Ketemu saja aku pura-pura nggak lihat.

Aku kira Bu Dahlia bakal berhenti makan. Kenyataannya, dia malah menyuap lagi. Steiknya memang enak sih, aku saja sudah habis duluan tadi. Jangan sampai kayak di Angus House dan kehilangan nafsu makan gara-gara obrolan tak mengenakkan duluan. "Anak muda jaman sekarang marahan dikit bilangnya putus."

"Pak Dewang nggak muda lagi, Tante."Alah, kelepasan. Aku meraih gelas air mineral dan meneguknya.

"Makanya, kalian cepat nikah. Tapi nanti kalau nikah jangan sembarang ngucap putus."

Lho kok obrolannya jadi begini?Aku berdeham. "Kami putus Tante, bukan cuma marahan."

"Ditenangin dulu pikirannya, nanti bisa diperbaiki lagi. Pacaran memang gitu."

Aku menepuk jidat. Kok prediksi Kinoy dan Kalita meleset begini. Aku harus ngomong apa dong? Padahal, adegan ini sudah dilatih baik-baik sama mereka berdua dengan dua kemungkinan. Pertama, Bu Dahlia akan kehilangan nafsu makan dan dia sedih bukan main. Bu Dahlia memegang tanganku dan bertanya apa yang terjadi. Di situ aku akan menyalahkan Dewang sebagai pria berhati keras, terlalu sibuk, tukang ngatur, pokoknya kejelekan Dewang A-Z aku sebutkan. Opsi kedua, "APA?" akan dikatakan Bu Dahlia sambil memelotot kayak sinetron, kemudian aku akan dituding sebagai pihak yang membuat kesalahan dan tak tahu diuntung karena putus dari pria sempurna seperti anaknya. Setelah praktik kedua adegan itu bolak-balik dengan Kinoy dan Kalita, aku masih menonton sinetron Menantu vs Mertua yang bercerita lika-liku kehidupan cewek yang menikah tanpa restu mertua. Jangan salah, menantunya nggak selalu teraniaya kayak sinetron Azab. Ya ada kalanya kalah, nangis, tapi sering juga akal-akalan terus menang. Sinetron ini lagi booming banget. Episodenya juga belum banyak. Baru 101 episode—101 kok baru Mo?

Dewa Angkara Murka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang