[23] Malam Minggu Absurd

15.5K 2.1K 52
                                    

Guys, doain aku ya. Lagi nyari 10 orang penting yang susahnya ngalahin nyari jodoh kamu. Hahaha. Kalau belum dapet kek susah banget fokus mau lanjut nulis. #maunangis ngueeeeng ngueeeng dari kemarin


Love Aya


Semalaman aku marathon nonton Netflix lanjut ngubek-ngubek VIU

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semalaman aku marathon nonton Netflix lanjut ngubek-ngubek VIU. Aku baru tidur jam lima pagi dan berencana hibernasi seharian penuh. Kalau mama minta dibantu urusan domestik aku mau pesan layanan antar untuk makanan dan sewa jasa cleaning service Mbak Warsi yang biasa bantu-bantu orang kompleks sini. Ini tanggal habis gajian, leha-leha sedikit bolehlah. Kedua, aku sedang capek—capek ngedrama sama bos, bukan kerja—dan sedang enggan pengin ngapa-ngapain. Padahal, kalau otak dibiarkan santai begini sesekali, bayangan Kyle lagi apa dan ngapain cuti nggak balik-balik muncul di kepala. Masih perlukah aku bertanya 'ngapain' dan 'sama siapa' padahal jelas sudah aktivitas pengantin baru ngapain. Yang jelas nggak cuma sekadar totalan jasa vendor kawinan atau beres-beres barang mau pindahan tinggal di mana.

Ternyata, putus dan ditinggal kawin oleh Kyle tidak semenyeramkan yang aku kira. Semua ini karena ada drama lain yang terus berputar di kepalaku. Lagi pula, kalau mau dipercaya sudah punya pasangan baru, aku tidak boleh tampak patah hati di kantor. Distraksi itu sepertinya membuatku tanpa sadar melupakan betapa-malangnya-nasibku-ditinggal-kawin-duluan-sama-mantan-yang-sudah-dipacarin-selama-lima-tahun.

"Kapan-kapan ketemuanlah kita, Kal." Dengan suara yang serak khas orang ngantuk dan malas ngapa-ngapain, aku menelepon Kalita. Dia ini temanku di AllYouNeed dulu. Beda bagian. Aku di Procurement, dia Account Executive. Kami dekat karena waktu itu interview bareng. Kebanyakan pressure dan target dari bos besar bikin dia resign—yah, setidaknya alasan resign dia lebih masuk akal daripada aku dulu. Sekarang Kalita kerja jadi pegawai kontrak di kementerian. "Gue kebelet cerita sambil ngumpat-ngumpat."

"Apa lagi gue. Anak-anak tuh, nggak ada empatinya waktu tahu Pak Aldrich jadi menteri di tempat gue. Gila aja ya, gue resign menghindari dia, tahu-tahu dia ke sini."

Aku nggak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. "Gue ketawa bukan nggak berempati, cuma itu parah banget. Lo harus wajib cerita juga soal itu."

"Dan parahnya, gue lagi di-propose buat jadi sekretaris dia."

"WHAT?" Aku langsung terduduk. "Serius lo?"

"Pusing gue, Mo."

Aku menutup mulut. Langsung merasa miris. "Kenapa kita ditakdirkan buat ketemu bos super ajaib sih, Kal?"

"Emang lo kenapa? Procurement kan, jarang berurusan sama bos?"

"Nah itu dia masalahnya...." Selain Kinoy, belum ada yang tahu masalah ini. Aku merasa butuh tempat bercerita di luar internal kantor supaya lebih objektif. Selain itu, Kalita termasuk tipikal savage yang tidak segan konfrontasi dan banyak ide. Sesuatu yang tidak aku miliki. Mentalku tidak sebaja dia, inner voice-ku saja mencak-mencak, pas bersikap bingung setengah mati. "Ceritanya panjang. Agendain ketemuan ya?"

Dewa Angkara Murka (END)Where stories live. Discover now