Prolog

6.8K 442 85
                                    

⚠️BUKAN UNTUK SELF DIAGNOSIS⚠️

Halo, aku back dengan cerita baru🥹

Cerita ini bakal bahas tentang gangguan mental OCD dan Misophonia. Kalian pernah denger ga?

Kamu bakal diajak masuk ke pikiran Kikanaya⚠️

Oh iya, Tarangga dan Kikanaya ada ig nya loh, follow yuk @tarangga.abimana @kikanaya_kin

Untuk ig Tarangga akan share mental health juga, moga bermanfaat😍

HAPPY READING

PROLOG

Siang itu, cahaya matahari begitu terik hingga menyengat kulit.  Suara deru kendaraan menambah suasana pelik di tengah keramaian kota. Di sisi jembatan jalan , terbentang pembatas jalan yang digunakan pejalan kaki dan pembatas setinggi pinggang yang menghubungkan sungai di bawahnya .

Seorang gadis berusia sekitar delapan belas tahun berdiri lunglai di luar pembatas jalan sambil menatap lurus dengan tatapan kosong ke sungai. Tampaknya ia merupakan seorang pelajar, dilihat dari seragam sekolah dengan dengan rok berwarna cokelat motif kotak-kotak. Dari tatapan serta ekspresi gadis itu murung, seperti banyak masalah yang ia hadapi. 

Dari tindakan yang dilakukan gadis itu menggambarkan betapa ia ingin menyerah terhadap hidupnya. Ia tidak peduli orang lain melihatnya seperti orang tidak waras.

Suara klakson kendaraan yang berlalu lalang beberapa kali saling menyahut, membuat gadis itu menggeram dan berteriak.

"ARGHHHHH!" teriak gadis itu hingga membuat seisi penghuni jalan menatap ke arahnya. Ada yang menatap kasihan dan ada yang menatapnya sinis lantaran seperti orang aneh.

"Cukup ...."

Bayangan tentang hal yang menyakitinya semakin jelas menusuk hatinya. Ia sudah tidak tahan.

Hingga sebuah pikiran obsesif muncul di kepalanya.

Kalau lo nggak loncat dalam hitungan 5, keluarga lo bakal celaka ....

5 ....

4 ....

3 ....

Dorongan rasa cemas semakin menghantui, hingga gadis itu akhirnya memutuskan untuk melompat.

Mungkin dengan begitu, orang-orang yang menyakitinya akan sadar dengan kesalahannya.

Mungkin dengan begitu, keluarganya akan baik-baik saja.

Keputusan ini sudah tepat, pikirnya.

Setangkai bunga tulip putih dan ransel yang sengaja ia tinggalkan di pinggir jembatan, mungkin akan menjadi saksi bahwa semua telah selesai.

Beberapa saat yang lalu, sebuah mobil melaju membelah jalan bersama dengan kendaraan lain. Namun si pengendara tidak sengaja melihat dari kejauhan, ada seorang gadis berseragam SMA Binar Cemerlang yang berdiri di luar pembatas jembatan. Ia mengenali seragam itu, karena setiap pulang kerja ia selalu melewati sekolah tersebut. Begitu benar-benar melewatinya, ia melotot karena secara langsung ia melihat gadis itu lompat ke sungai. Buru-buru ia menepikan mobil dan keluar untuk melihat ke lokasi kejadian. Bahkan ada beberapa pengendara yang juga berbondong-bondong melihat aksi bunuh diri.

Mereka heboh, seketika jalan raya menjadi macet.

***

Sepasang kelopak mulai menampakkan mata indahnya. Kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya. Perlahan ia mulai melihat langit-langit putih, begitu juga sisi ruangan. Aroma obat-obatan menyeruak ke indra penciumannya. Kini gadis itu menangkap sosok lelaki berparas tampan di sebelahnya. Ia berpikir sejenak, apa dirinya sudah beda alam? Apa lelaki itu adalah...

"Kamu udah siuman?" tanya lelaki itu, seketika mematahkan dugaannya. Ia menangkap ekspresi cemas bukan main dari ekspresi lelaki itu.

"Hei," panggilnya, lagi. Karena tak kunjung mendapat jawaban.

Kinaya menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit. Aksi bunuh dirinya gagal.

"Kamu siapa?"

"Saya yang nolongin kamu tadi. Kamu tenggelam, beruntung paru-paru kamu tidak kehabisan oksigen."

"Kenapa tolongin aku? Kenapa nggak biarin aja?" tanya Kikanaya, dengan sedikit serak.

Lelaki itu menggeleng. "Bunuh diri bukan cara mengatasi masalah."

"Kamu nggak ngerti," balas Kinaya, setengah kesal.

Lelaki itu berdiri, tangannya mengulurkan sebuah benda pipih yang ia keluarkan dari saku kemeja. Ia memberikan sebuah kartu nama pada Kinaya yang menyambutnya.

"Apa pun masalah kamu, saya akan bantu mengatasinya. Tolong temui saya segera."

Kinaya membaca nama di kartu identitas itu.

Tarangga Abimana, Sp.KJ.

Lengkap dengan alamat praktek dan nomor telepon.

"Orang tua kamu akan datang sebentar lagi, mereka pasti khawatir banget. Tapi, maaf saya harus pulang sekarang, karena ada keperluan. Tolong jaga diri kamu baik-baik." Rangga menepuk pelan kepala Kinaya, membuat gadis itu tersentak dan langsung mendongak.

"Eh, tunggu!" Sayangnya, Rangga sudah keluar dari kamar rawat.

Kinaya hanya terdiam dengan pikiran yang penuh pertanyaan. Ia menghela napas dengan berat. Apa ia harus menemui Rangga? Atau melanjutkan aksi bunuh dirinya yang gagal?

Namun ucapan Rangga yang terdengar seperti permohonan tadi dan perlakuan lembut dari Rangga terngiang-ngiang di kepala.

***

Di tengah perjalanan menuju parkiran mobil, Rangga melihat seorang wanita paruh baya terlihat panik mencari ruangan. Tunggu, ia mengenali wanita itu.

"Tante?" panggil Rangga begitu mereka sejajar.

Yang dipanggil refleks menoleh. "Ya?"

"Tante, saya Rangga," celetuk Rangga.

"Rangga?"

"Rangga anak sahabat Tante, Mia." Rangga menyebut nama Mamanya.

Sedetik kemudian wanita itu bereaksi terkejut. "Tarangga? Ya ampun! Kamu udah dewasa sekarang. Apa kabar nak?"

"Baik, Tante bagaimana?"

"Baik."

"Tante ke sini ngapain?"

"Itu anak Tante kecelakaan." Laras terlihat panik, ia belum menemukan kamar rawat anaknya.

"Biar saya bantu cari kamarnya, Tante. Nomor berapa kamarnya Tante?"

"345."

Rangga termangu. Itu adalah nomor kamar rawat gadis tadi. Berarti ia adalah gadis kecil yang ada di kepalanya saat ini. Ia tadi tidak seharusnya memberikan kartu namanya pada gadis itu.

"Rangga, Tante pengin minta nomor telepon Mama kamu, boleh. Kita lost contact."

💗 B E R S A M B U N G 💗

Gimana prolognya?

Moga kamu dalam keadaan mental yang sehat🫶🏻

Penasaran dengan mereka ga?

Spam komen untuk part selanjutnya😍

Thankyou💗

Follow ig: meliyana.j

Salam sayang,
Meliyana Jia

Tarangga Untuk Kikanaya (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang