2. Dijodohin?

2.5K 301 70
                                    

Halo, ada yang nunggu?

Jangan lupa follow ig Rangga dan Kinaya ya 

@tarangga.abimana @kikanaya_kin

Di ig Rangga bakal share mental health juga loh moga bermanfaat. Pantengin kebucinan mereka yuk di ig.

HAPPY READING

2. DIJODOHIN?

"Kinaya pulang, Ma!" sapa Kinaya, berjalan lesu memasuki rumah kemudian menutup pintu kembali. 

"Eh, Kinaya, baru pulang, nak?" sahut Mama Kinaya, namanya Laras.

"Kamu mau makan?!" balas Laras, dari arah dapur. 

"Nggak perlu, Ma. Kinaya lagi capek, pengin istirahat," balas Kinaya.

Laras baru saja tiba di ruang tengah, memandang anaknya yang baru saja melangkah gontai masuk kamar. Ia bisa melihat punggung Kinaya yang tampak lesu. Ia pun membiarkan Kinaya istirahat. 

Kinaya menutup pintu kamar, seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia menyandar di balik pintu begitu ia tutup dengan rapat. Gadis yang masih memakai ransel dan seragam sekolah itu meringsut duduk di lantai. 

Tidak lama, air mata Kinaya langsung mengalir di pipinya, ia menangis tanpa bersuara. 

Kinaya merasa hancur, jauh lebih hancur ketimbang sebelumnya. Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya jika ia akan mengalami gangguan mental. Rasanya, Kinaya berada di titik terendah dalam hidupnya. 

Kinaya menutup mulutnya berusaha menyembunyikan suara tangisnya, apabila didengar oleh Laras. Kinaya tidak mau, ia tidak ingin Laras mengetahui betapa hancurnya anak semata wayangnya saat ini. Ia tidak mau membuat Laras khawatir. 

Kinaya memegang kedua sisi kepala yang saat ini mulai pusing akibat tangisannya. Ia menggeleng pelan, masih tidak percaya dengan ini. 

"Kenapa? Kenapa harus dua penyakit sekaligus?" monolognya.

Kinaya benar-benar tidak tau apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Ia hanya bisa menangis dalam diam, sepuasnya. Bahkan makan pun tidak nafsu. 

Kinaya takut membayangkan bagaimana reaksi Mama dan Papanya bila tau tentang gangguan mentalnya saat ini. Ia belum sanggup menceritakan. 

Setelah puas menangis, Kinaya beranjak perlahan dengan sisa tangisannya, menuju meja belajar. Ia melepaskan ransel lalu menaruh di kursi belajarnya. Pandangannya yang masih buram menatap ke arah vas bunga ukuran mini di sudut meja belajarnya yang berisi beberapa tangkai bunga tulip yang ia bawa setiap pulang sekolah setiap hari dengan warna yang berbeda pula, sesuai dengan perasaannya. 

Kinaya mengelap bekas air mata di wajahnya, kemudian membuka ranselnya mencari bunga tulip yang ia bawa pulang hari ini. Namun ia tidak menemukannya. Kinaya bingung. Kenapa tidak ada? Jelas-jelas ia tadi bawa tulip berwarna hijau. 

Kinaya mengingat-ngingat kejadian beberapa saat lalu. Ia masih ingat jelas bunga itu ia bawa ke klinik psikiatri. Sedetik kemudian, ia menepuk jidatnya sendiri. 

"Aduh, bunganya pasti ketinggalan di ruangan dokter Tarangga." Kinaya tadi tidak fokus saat pulang, sampai-sampai melupakan bunga tulipnya. Tapi tidak mungkin ia kembali untuk mengambilnya. Apa yang akan ia jawab bila Laras bertanya tujuan Kinaya keluar. 

Ponsel Kinaya yang berada di saku rok berdenting, tanda sebuah pesan singkat masuk.

08**********
Halo, selamat sore, Kinaya.
Saya Dr. Tarangga. 
Kamu sudah tiba di rumah?
Maaf menganggu, saya cuma mau sampaikan, bunga tulip yang kamu bawa tadi ketinggalan di kursi. Jadi saya simpan dulu, ya.
16.40

Tarangga Untuk Kikanaya (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang