3. Frustasi

2.1K 282 148
                                    

Halo ada yang nungguin?

Ramein vote komen ya

HAPPY READING

3. FRUSTASI

Baru saja selesai makan malam, Kinaya berjalan menuju kamar ditemani Laras di sebelahnya. Setelah tiba di depan pintu kamar, ia berbalik menatap Laras.

"Ma, memangnya Mama kenal dokter Rangga darimana sih? Kenapa Mama malah jodohin Kinaya, mana mendadak banget pula?" tanya Kinaya.

Laras tersenyum, tangannya mengelus rambut anak gadisnya.

"Memang Kinaya nggak suka? Dokter Rangga ganteng loh, bukannya kamu suka sama yang ganteng-ganteng? Mana berpendidikan pula. Dia kelihatan baik banget, Kin."

"Ya, ganteng sih, tapi Kinaya nggak suka, Ma. Cinta nggak bisa dipaksa." Kinaya mengembungkan pipi kesal.

"Lama-lama cinta bisa tumbuh sendiri kok."

"Ma, please, batalin ya perjodohan ini." Kinaya memelas.

"Suatu saat kamu bakal terima perjodohan ini. Percaya sama Mama, kamu nggak akan nolak kalau udah tau yang sebenarnya."

"Ih, Mama kok sok misterius gini?"

Laras terkekeh. "Kamu ada tugas nggak? Jangan lupa dikerjakan, Mama ngantuk, mau tidur duluan ya."

Kinaya hanya bisa mengeluh. Ia masuk ke kamar menuju meja belajar, kemudian menarik laci meja belajarnya. Kinaya mengambil obat-obatannya yang sengaja ia tumpuk dengan buku-bukunya. Kinaya kini menatap dua butir obat berbentuk tablet dan kapsul yang berada di tangannya. Meski sempat ragu akan efek samping, apalagi obat golongan keras, namun Rangga sudah menyarankan untuk minum. Kinaya pun memasukkan obat ke dalam mulut dan segera mengambil segelas air yang diletakkan di meja belajar, kemudian meneguknya hingga sisa setengah.

Kinaya meletakkan kembali gelas di sudut meja. Ia mengeluarkan buku-buku sekolah untuk mengerjakan tugas. Membuka halaman demi halaman hingga menemukan halaman yang dimaksud. Ia segera membuka buku tugas dan kemudian mulai mengerjakan.

Baru dua baris Kinaya menggoreskan tinta pulpen, hal yang menganggunya muncul di pikiran. Yang membuat ia mau tidak mau menghapus tulisannya dengan tip-ex kemudian menulis ulang setelah kering. Setelah masuk ke barisan tiga dalam buka tugas, Kinaya kembali menghapus tulisannya dan menulisnya kembali. Bukan karena ia salah tulis, tapi karena ia harus mengulang hal itu.

Kinaya hampir frustasi karena ia terus mengulang tulisan yang sama. Kini halaman pertama tugasnya hampir penuh dengan tip-ex.

Kinaya memukul kepalanya sendiri. "Udah dong gue capek!"

Namun gejala OCD-nya tampak tidak bisa diajak bekerja sama. Kinaya terus melakukan itu ketika otaknya memerintah.

"Kalau gini kapan selesainya tugas gue, mana besok kumpul lagi?!"

Kinaya mulai frustasi berat, hingga ia memukul-mukul buku tugasnya sendiri dengan pena yang ia genggam. Napas Kinaya tidak beraturan.

"Capek!"

Tidak lama kemudian kepala Kinaya terayun bersamaan dengan kelopak matanya yang hampir tertutup. Ia tersentak, rasa kantuk menyerangnya mendadak. Kinaya menggeleng berusaha mengusir rasa kantuk. Ia belum pernah merasa seberat ini hanya untuk menahan kantuknya. Ia menyadari bahwa ini bukan kantuk alami, melainkan efek samping obat yang ia konsumsi.

Kinaya bergegas ke kamar mandi mencuci wajahnya. Tapi tidak sedikit pun membuat ia merasa segar kembali. Rasanya berat untuk sekadar menahan kelopak mata agar terbuka. Ia harus menyelesaikan tugasnya.

Tarangga Untuk Kikanaya (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora