51. Penemuan Boneka Kodok

572 68 133
                                    

Halo, baru sempet next nih huhu

Kok komen nya makin dikit medergeng? Jujur jadi down banget mau ngetik 😭

Boleh nggak mohon dukungan untuk vote dan komen, nggak sulit kok, please banget apresiasinya dan terima kasih untuk yang sudah vote komen 🥺

Bantu 1K komen yuk😍

HAPPY READING

51. PENEMUAN BONEKA KODOK

"Beberapa waktu yang lalu, pas Kak Rangga selesai main catur sama Papa, Papa bisikkin apa ke Kak Rangga?" tanya Kinaya, gugup, berusaha mengalihkan pikiran Rangga saat ini. Posisi mereka masih sama seperti tadi. Kedua tangan Rangga mengunci tubuh Kinaya dengan jarak mereka yang hanya hitungan senti. 

Rangga menggali memorinya sejenak. "Oh, waktu itu ...."

"Om tunggu kalian jadian, ya," bisik Rani pada Rangga yang tersenyum hingga matanya menyipit.

Sial, alih-alih Kinaya berhasil mengurangi salah tingkahnya, justru dibuat makin salah tingkah karena Rangga tersenyum menggoda. Ia meraup oksigen di sekitarnya dengan rakus.

Jantung Kinaya hampir copot dari rongga kala Rangga kembali menyerangnya dengan ciuman di hampir seluruh bagian wajahnya. 

Kinaya mendorong wajah Rangga dengan kedua tangan mungilnya. Namun justru tangan Kinaya ditangkap oleh Rangga dengan sigap. Membuat Kinaya tidak bisa menghindari dengan serangan bertubi-tubi itu.

"Kak Rangga, udah!" seru Kinaya. 

Rangga begitu gemas dengan Kinaya, hingga melampiaskannya melalui ciuman ringan di wajahnya. 

Kinaya rasa ingin menghilang dari bumi, ia turun dengan paksa lalu menunduk untuk melewati lengan Rangga yang bertengger di pinggir pantry. Rangga hanya menggeleng sambil terkekeh. 

Kinaya berlari masuk ke kamar, tepatnya kamar Rangga yang dipinjamkan untuknya. Ia membanting pintu pelan dengan degup jantung yang semakin cepat dan tidak terkendali, wajahnya memanas dan merona. Ada sensasi geli di perutnya dan senyuman Kinaya seketika terukir dengan tak karuan. Ia memegang wajahnya sendiri sambil menahan jerit.

Kinaya mencak-mencak sambil mengigit bibir dan menutup wajahnya sendiri untuk meredam suara. 

Ini belum pernah Kinaya rasakan, bahkan ketika bahagia karena Ceilo, tidak melebihi perasaan bahagia dan gugupnya yang bercampur aduk saat ini. Oksigen di kamar Rangga terasa menipis membuat Kinaya sendiri kesulitan bernapas. 

 Kinaya kini merasa gerah ditambah rambut panjangnya yang tergerai. Ia meraih ikat rambut yang ia bawa di dalam ranselnya kemudian berjalan menuju cermin yang terdapat di pintu lemari Rangga. Ia mulai menyisir ribuan helai rambutnya menggunakan jemari tangannya dan mengumpulkannya menjadi satu seperti ekor kuda. Begitu rapi ia segera mengikatnya. 

"Kinaya?" panggil Rangga dari luar.

"Iya, Kak?" sahut Kinaya.

"Boleh saya masuk, Kin?"

"Boleh, Kak!"

Pintu kamar kini terbuka, Rangga menyembulkan kepalanya terlebih dahulu. Kemudian ia masuk ke kamar setelah Kinaya mengangguk.

"Kamu ngapain di situ?" tanya Rangga sambil melangkah mendekat. 

"Habis ikat rambut, Kak."

Rangga terkekeh melihat wajah Kinaya masih merona yang kian jelas karena wajah Kinaya tidak terhalangi sehelai rambut pun.

Tarangga Untuk Kikanaya (Completed)On viuen les histories. Descobreix ara