Part 03

36 5 0
                                    

•───────◐◑❁❁❁◐◑───────•

Melda menghela napas berat. Ia meletakkan map ke tumpukan di meja. Ia melihat masih ada dua tumpukan lagi, sementara jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

"Bu Melda bawa mobil atau dijemput Pak Yusar?" tanya Monika.

"Saya bawa mobil."

"Apa saya boleh nebeng?" mohon Monika.

Melda mengangguk. "Boleh, Bu."

Sembari menghilangkan kebosanan dan kepenatan, Melda dan Monika berbincang-bincang.

Sesekali Monika melemparkan lelucon garing. Melda sesekali hanya tersenyum atau tertawa kecil menanggapinya.

"Bu Melda tahu Pak Bagas?" tanya Monika.

Melda mengangguk. "Guru Seni Rupa kelas 10, ya?"

"Iya, tahu enggak, kenapa Pak Bagas enggak noleh kalau dipanggil?" tanya Monika lagi.

Melda menggelengkan kepalanya sebagai tanda kalau ia tidak tahu.

"Karena Pak Bagas itu ganteng," ucap Monika diakhiri dengan tawa kencang.

Sementara Melda tidak tertawa sama sekali. Tampaknya ia tidak mengerti dengan lelucon Monika.

Monika menjelaskan, "Ganteng, singkatan dari Gangguan Telinga."

Melda hanya tersenyum kaku. "Oh."

Monika cemberut. "Enggak lucu, ya? Kok, enggak ketawa, sih?"

Tiba-tiba terdengar suara tawa cekikikan entah dari mana. Monika dan Melda saling pandang mendengar suara itu.

"Bu Melda." Monika tampak ketakutan. Ia menggenggam tangan Melda.

"Mungkin itu Pak Jamal yang lagi bersih-bersih, Bu," kata Melda mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Hening.

Karena mendengar suara tadi, Melda dan Monika menjadi diam. Mereka bekerja lebih cepat lagi meski dalam ketakutan.

Tiba-tiba perut Monika berbunyi. "Aduh, perut saya mules. Saya pergi ke kamar mandi dulu, ya."

Melda mengangguk.

Monika beranjak dari kursinya sambil menggerutu pelan, "Ah, kenapa juga aku ceritain soal setan ke Bu Melda. Mana tadi ada suaranya lagi. Jadi takut ke kamar mandi, nih."

Meski pun ia merasa takut pergi ke kamar mandi, panggilan alam tidak bisa diabaikan. Monika tetap pergi ke kamar mandi di ujung lorong. Karena kamar mandi wanita khusus untuk guru memang di lorong depan sana, dekat dengan ruang guru.

Sementara Melda sendirian di ruang BK mengerjakan tugasnya. Tiba-tiba kursi di depannya bergeser. Melda menoleh ke depannya. Ia mencoba berpikir positif dan melanjutkan pekerjaannya.

Tapi, kali ini kursi itu bergeser lebih jauh lagi hingga menabrak pintu lemari.

Melda mulai ketakutan. Ia pun beranjak dari kursinya untuk pergi meninggalkan ruang BK. Namun, pintu ruang BK terbanting dan menutup. Melda mencoba membukanya. Ia menarik knop pintu tersebut, tapi pintunya seperti terkunci.

Melda menggedor pintu tersebut. Ia berharap ada seseorang yang lewat dan menolongnya.

"Buka pintunya! Tolong! Siapa pun, buka pintunya! Bu Monika!"

Tiba-tiba kursi terlempar ke arahnya. Namun beruntung, Melda segera menghindar, sehingga kursi tersebut mengenai pintu.

Terdengar suara pintu lemari yang berderit. Melda melihat pintu lemari yang terbuka. Ia semakin panik dan ketakutan.

MALEVOLENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang