Part 05

29 3 0
                                    

•───────◐◑❁❁❁◐◑───────•

Setelah berbicara dengan kepala sekolah, Melda kembali ke ruang BK. Ia duduk di bangkunya, Monika beranjak dari kursinya kemudian ia duduk di samping Melda.

"Bu Melda, semalam saya enggak bisa tidur nyenyak. Saya masih memikirkan kejadian yang menimpa Pak Jamal dan yang terjadi pada kita juga," kata Monika.

Melda menatap Monika.

"Benar seperti dugaan saya, Pak Jamal adalah siswa yang memperkosa siswi itu. Setelah keluar dari penjara, dia menjadi tukang kebun dan tukang bersih-bersih di sekolah ini," ucap Monika.

"Pantas saja Pak Jamal tidak kelihatan setua itu. Biasanya orang yang bekerja sebagai tukang kebun sekolah adalah pria paruh baya," gumam Melda.

Monika mengangguk. "Temannya Pak Jamal menyukai siswi itu, tapi siswi itu menolak cintanya. Karena sakit hati, dia mengirimkan santet untuk melukai si siswi."

Melda jadi teringat dengan muntahan darah yang ada paku, silet, dan belatung sewaktu ia berada di bekas kamar mandi itu.

Monika melanjutkan, "Saat melihat siswi itu diperkosa oleh guru cabul, dia dan Pak Jamal pun ingin balas dendam dan membuatnya menderita dengan ikut memperkosanya."

"Kenapa hantu siswi itu menunda membunuh Pak Jamal? Kenapa tidak dari dulu?" tanya Melda.

"Mungkin dia memaafkan Pak Jamal, karena sudah mengakui perbuatannya pada polisi. Dengan masuk penjara, artinya dia sudah mendapatkan hukuman atas perbuatannya itu. Tapi, mungkin saja Pak Jamal tidak benar-benar berubah dan hantu siswi itu pun akhirnya membunuhnya," ucap Monika.

Melda mengangguk mengerti saat dirasa ucapan Monika ada benarnya.

Sementara itu, Edwin dan Dedi sedang memeriksa rekaman CCTV sekolah. Mereka tampak serius memperhatikan layar.

"Apa itu?" Edwin menunjuk bayangan hitam yang berdiri di belakang Jamal ketika ia membuka pintu ruang BK dan bertemu dengan Melda.

Saat Melda pergi, bayangan hitam itu terus berada di belakang Jamal dan mengikutinya ke mana pun ia pergi.

"Coba periksa rekaman CCTV di halaman belakang dekat kamar mandi guru wanita," pinta Edwin.

Dedi memperbesar rekaman di halaman belakang. Terlihat Jamal sedang berdiri di bawah pohon besar. Tampaknya ia sedang berbicara dengan seseorang di semak-semak.

Baik Edwin mau pun Dedi, mereka berdua tidak bisa melihat jelas, siapa yang berbicara dengan Jamal.

Tiba-tiba sapu lidi di bawah pohon melayang dengan sendirinya dan gagangnya menancap ke tengkorak Jamal hingga menembus dadanya.

Edwin dan Dedi meringis melihat itu, seolah mereka bisa merasakannya. Tapi, yang menakutkan adalah... meski pun kepalanya sudah tertusuk, Jamal tetap saja berdiri. Tidak jatuh atau bergeming sedikit pun.

Tak lama kemudian, di layar rekaman terlihat Monika yang keluar dari kamar mandi dan berjalan di korodor. Tampaknya ia melihat keberadaan Jamal. Melda juga datang dan menghampiri Monika.

Tubuh Jamal tiba-tiba terkapar di tanah. Tampaknya Melda dan Monika ketakutan. Mereka pun segera berlari.

"Coba sekarang lihat rekaman CCTV di ruang guru. Kita lihat, apakah kedua guru BK kita benar-benar berkata jujur," kata Edwin.

Dedi memperbesar rekaman CCTV di ruang guru. Semuanya gelap, karena lampunya memang dimatikan. Tapi, rekaman CCTV bisa merekam dengan jelas walau dalam keadaan gelap. Terlihat bayangan hitam yang lewat di depan kamera CCTV.

"Ada bayangan hitam yang barusan lewat di depan kamera CCTV, Pak," kata Dedi pelan.

"Mungkin itu serangga," sahut Edwin.

Beberapa saat kemudian, lampu menyala. Melda dan Monika masuk ke ruang guru. Terlihat Melda yang menelpon.

Edwin dan Dedi mengernyit melihat bayangan hitam yang melayang di koridor luar ruang guru. Tiba-tiba pintu ruang guru terbanting dan kamera CCTV menjadi berkedip-kedip sendiri seperti ada sesuatu yang menghalangi.

Edwin dan Dedi terkejut melihat meja dan kursi guru yang tiba-tiba menumpuk di tengah-tengah ruangan. Kini Edwin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Melda dan Monika.

Bel istirahat berbunyi.

Melda tidak pergi keluar untuk istirahat makan siang. Ia memakan roti di mejanya. Melda merasa ada sesuatu yang tertelan. Dengan menggunakan ibu jari dan telunjuknya, ia menarik sesuatu dari mulutnya, ternyata rambut. Tapi, rambutnya panjang dan semakin lama, rambutnya semakin banyak dan  melilit satu sama lain seolah tidak ada ujungnya.

Melda jatuh tertekuk di lantai. Ia memuntahkan darah dan rambut itu masih tersangkut di kerongkongannya. Kedua matanya berubah menjadi putih semua. Ia terbatuk-batuk sambil muntah darah. Tidak hanya darah, tapi juga silet dan paku. Tangan Melda menggapai-gapai di atas meja. Ia meraih gunting lalu memotong rambut tersebut.

Rambut yang terpotong di lantai bergerak-gerak seolah hidup. Melda beringsut menjauh sembari memegangi lehernya.

Ini pasti cuma halusinasi, batin Melda. Ia menutup matanya untuk sesaat lalu kembali membuka matanya. Ia terbelalak melihat sosok wanita berambut panjang dan bermata putih semuanya tengah tengkurap di lantai dan menjilati muntahan darah Melda. Ia juga menelan rambut yang bergerak-gerak itu.

Melda menelan saliva ketakutan. Ia segera bangkit dari lantai dan mengobrak-abrik tasnya untuk mencari sesuatu. Melda tidak menemukan sesuatu yang ia butuhkan. Melda mengeluarkan semua barangnya di dalam tas ke meja hingga berantakan.

"Ini pasti halusinasi, ini hanya mimpi!" teriak Melda yang mencoba mengalihkan rasa takutnya.

Melda mengambil tabung berisi pil yang biasa ia minum. Ia pun menelan beberapa pil tersebut.

Makhluk itu kini berdiri di belakang Melda dan berkata, "Apa kau tersiksa? Sayangnya ini bukan mimpi dan halusinasi."

Melda menyentuh dadanya yang tiba-tiba terasa begitu sakit. Ia pun jatuh tersungkur dan tak sadarkan diri. Sebelum Melda benar-benar pingsan, ia mendengar suara Monika yang masuk ke ruang BK.

"Bu Melda! Apa yang terjadi?!"

❁❁❁

Di rumah sakit.

Melda terbaring di ranjang. Ia masih tak sadarkan diri. Dokter sedang memeriksanya. Setelah itu, ia keluar dan menemui Monika yang menunggu di ruang tunggu.

"Bu Melda mengalami guncangan, sepertinya ada sesuatu yang membuatnya sangat-sangat terkejut dan pingsan," jelas Dokter.

Monika tampak berpikir. Ia bergumam pelan, "Mengalami guncangan?"

"Permisi." Dokter pun berlalu pergi.

Suster keluar dari ruangan. "Bu Melda sudah siuman, Bu Monika bisa menemuinya."

"Terima kasih, Sus." Monika pun masuk dan melihat Melda yang menoleh ke arahnya.

Monika duduk di kursi samping ranjang. "Bu Melda, bagaimana bisa Ibu pingsan setelah berteriak-teriak di dalam ruang BK? Apa yang terjadi, Bu?"

Melda menggenggam tangan Monika. "Tolong hubungi suami saya, Bu."

Monika terdiam.

"Bu Monika." Melda mengguncangkan tangan Monika.

"Pihak rumah sakit sudah menghubunginya, tapi Pak Yusar tidak bisa datang. Dia sedang rapat," jelas Monika.

"Dia bilang seperti itu? Saat istrinya dalam keadaan sakit?" tanya Melda dengan tatapan yang penuh dengan luka.

Monika merasa tidak enak. Ia tidak tahu harus berkata apa.

•───────◐◑❁❁❁◐◑───────•

19.54 | 1 Januari 2022
By Ucu Irna Marhamah

MALEVOLENCEWhere stories live. Discover now