[45] - Sheina's Death⚠️

896 62 15
                                    

⚠️Warning : Part ini mengandung unsur dewasa seperti kata-kata vulgar, kelainan seksual, seks, kekerasan; sadis dan lain-lainnya⛔

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

⚠️Warning : Part ini mengandung unsur dewasa seperti kata-kata vulgar, kelainan seksual, seks, kekerasan; sadis dan lain-lainnya⛔

Sehari sebelum kematian Sheina ....

Sheina pulang ke rumah dalam kondisi berantakan, sudah menjadi makanan sehari-harinya dia baru bisa pulang setelah menunggu Adelya dan teman-temannya menyelesaikan aksi mereka dan meninggalkannya sendirian.

Begitu dia masuk ke dalam rumah, bau alkohol menyeruak menusuk indra penciumannya membuat kepala Sheina semakin pusing. Sepi, yang selalu menyambut kepulangannya. Dia tahu setiap sore ayahnya tidak akan ada di rumah, pria itu pasti sedang memalak orang-orang untuk membeli alkohol.

Sheina menaruh ranselnya di sudut ruangan, hal pertama yang dia lakukan adalah membereskan botol-botol yang berserakan hampir di seluruh ruangan. Dia membereskan barang-barang yang terlempar ke sana kemari kembali ke tempatnya semula, menyapu serta mengepel lantai rumahnya.

Setelah selesai membereskan rumah, dia berjalan ke dapur bersiap untuk memasak makan malam sebelum ayahnya pulang. Hanya seikat sayuran dan beberapa ekor ikan yang tersisa dikulkas, Sheina memasak semuanya dan menghidangkannya di meja makan.

Dia tidak menyentuh makanan tersebut, melainkan menutupnya dengan tudung saji lalu berjalan menuju kamarnya membawa tas sekolahnya. Rasa lelah serta sakit di sekujur tubuhnya membuat Sheina berulang kali menghela napas berat.

Hari-hari yang dia jalani semakin terasa berat, rasanya dia ingin menyerah. Sheina duduk di sudut kamarnya dengan airmata yang membanjiri wajahnya, tak peduli seberapa banyak airmata yang keluar setiap harinya, airmata tersebut selalu mengalir deras.

Sheina terisak meratapi nasibnya sembari bergumam, "Aku merindukan Sheyna ...."

Sudah lama dia sengaja menghindari Sheyna, sebab akhir-akhir ini kelakuan ayahnya semakin memburuk. Terdapat bekas lebam yang masih belum hilang sempurna, luka-luka di tubuhnya pun selalu terbuka dan meninggalkan bekas baru. Tak hanya di sekolah, dia pun harus mendapatkan pukulan di rumah.

Lantas, dimanakah dia harus bersandar?

"Sheyna ... aku lelah ...." gumam Sheina terisak.

Setelah beberapa menit berlalu, Sheina menghapus airmatanya, dia memutuskan untuk merogoh ponselnya yang ada di dalam tas. Tangisnya kembali pecah saat melihat layar ponselnya menyala, menampilkan nama Sheyna yang tengah menghubungi dirinya.

Dari sekian panggilan tak terjawabnya, Sheina berdehem sebentar dan mengangkat panggilan tersebut.

"Sheina! Kenapa kamu hilang kabar selama ini? Apa semuanya baik-baik saja? Sheina, sebentar lagi aku akan per—"

Airmatanya kembali mengalir begitu mendengar suara Sheyna, teman yang dia rindukan, satu-satunya tempat yang dapat dia jadikan sandaran. Sheina begitu ingin bertemu dengan Sheyna.

Who is She? [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz