Chapter 51 : Selubung Rindu.

6.5K 490 32
                                    

Zee menatap keluar jendela, tatapan matanya hampa. Meski ia terlihat tenang, tapi tak ada yg tahu kalau sebenarnya ia tengah di penuhi rasa takut dan khawatir yg tak di ketahui semua orang.

Berulang kali ia menghela nafas berat, megatur deru nafasnya yg semakin sesak. Dalam hatinya ia bertanya-tanya tentang keadaan gadisnya. Perasaan rindu yg kini di rasakannya semakin menggila.

Tok... tok...tok...

Ketukan pintu kamarnya yg di ketuk seseorang, menyentaknya. Zee mengalihkan pandangannya menatap ke arah pintu. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya ia berkata. " Masuk!!! "

Teriaknya dari dalam kamar dan tak lama kemudian, pintunya terbuka. Disana, Zee mendapati sosok Sean yg berjalan mendekat ke arahnya sembari tangannya ia masukkan ke dalam celana jeans.

Dahi Zee mengernyit bingung. Kenapa pamannya yg sebentar lagi akan menjadi adik iparnya itu mengenakan baju santai?. Bukankah Sean seorang raja yg harus mengenakan jubah kuno ala kerajaannya di setiap saat.

Zee terkekeh geli sendiri ketika mengingat jubah kerajaan yg ia sendiri tak ingin memakainya. Ia memang seorang pangeran tapi, bukan berarti ia harus memakai jubah khusus seorang pangeran di kerajaan. Oh ayolah... sekalipun ini sudah menjadi adat kebiasaan keluarga kerajaan memakai jubah kuno seperti itu, tapi ingatlah jika jaman sudah modern. Tentu ia tak harus mengikuti kebiasaan jaman dulu bukan?. Tidak akan pernah!.

" Bagaimana keadaanmu? " Sean bersandar di dinding dekat Zee, berdiri. Posisinya membelakangi Zee yg menghadap keluar jendela dan sedangkan Sean menghadap ke arah pintu masuk. " Ku dengar dari Zea, kau terlihat murung dan banyak beban pikiran? " ujarnya.

" Hemm... "

Zee hanya bergumam, tak berniat menjawab. Ia terlalu malas untuk membahasnya. Bukankah mereka bisa menebaknya sendiri tanpa ia beri tahu.

" Tentang keadaan Irish? " tebak Sean, tapi Zee masih bungkam. " Aku dengar dari Victor, keadaan gadismu cukup serius. Tubuhnya sama sekali tak merespon sihir yg di berikan Javier, Lorein maupun Victor. Bahkan, sampai sekarang mereka masih berusaha tapi tetap saja tak berhasil. " jelasnya tanpa merasa bersalah. Perkaraan Sean membuat Zee menggeram marah.

Kenapa tak ada yg memberitahu tentang masalah ini kepadanya? Bukankah ia harus mengetahui keadaan gadisnya bagaimana pun kondisinya. Apa mereka tak lagi menganggapnya sebagai belahan jiwa Irish. Pantas saja ia merasa cemas dan khawatir. Ia tahu ada hal buruk yg menimpa gadisnya, hanya saja kondisinya sekarang ini masih terlalu lemah.

" Kenapa tak ada yg memberi tahukan hal ini kepadaku hah?! " geramnya marah. Zee menatap Sean tajam. Sedangkan yg di tatap justru balik menatapnya dengan tatapan yg sama tajamnya. Sean sendiri baru saja mengetahuinya kemarin. Jadi kenapa ia juga di persalahkan dalam hal seperti ini.

" Ck, apa kau menuduhku?! Aku juga baru tahu tentang keadaan Irish kemarin malam. " ketusnya kesal.

Memang benar, Sean kemarin malam sempat mengobrol dengan Zeldric dan yg lainnya. Mereka berkumpul untuk membahas kondisi Irish yg sama sekali tak merespon sihir penyembuh milik Javier, Lorein dan Victor. Bahkan mereka juga telah mengundang beberapa ahli sihir dari berbagai kota. Tetapi hasilnya tetap sama.

Perkataan Sean menyadarkan Zee tentang perbuatannya. Tak seharusnya ia melampiaskannya kepada Sean juga. Zee terduduk di pingiran ranjangnya. Kepalanya tiba-tiba saja merasa pening dan pusing. Zee menggeram tertahan sembari memijit-mijit kepalanya.

" Pergilah... aku ingin sendiri! "

Sean menghela nafasnya kasar. Apa-apaan itu hah?! Mengusirnya seenak jidat. Bahkan Zee tak tahu akan kata terima kasih atau juga permintaan maaf, sebagaimana ia merasa bersalah. Sean menatap Zee geram. Bolehlah ia memukul pria di hadapannya saat ini juga?.

Vampire Wars [Completed]Where stories live. Discover now