Bab 5 Murka

550 63 44
                                    

Seperti biasanya, saat jam istirahat Azkal bersama ketiga temannya, Farel, Nizar dan Arul nongkrong di warung Bu Mila. Letak warung jajanan Bu Mila memang paling strategis untuk tongkrongan kaum Adam, paling pojok dekat tembok belakang sekolah. Mereka biasanya selain makan, jajan, khususnya menyantap bakso khas wanita paruh baya itu, juga pada nyanyi-nyanyi dan gonjreng-gonjreng gitar. Salah satunya ialah kebiasaan Si Nizar.

Selain dari gengnya Azkal yang suka nongkrong di sana, memang banyak anak-anak SMA Bina Pertiwi lainnya, terutama dia yang notabenenya kelas dua belas. Yang haus akan sesuatu yang berbau refrehing.

Jam istirahat kali ini wajah Azkal mendung. Ia lebih banyak diam dan melamun tak jelas. Suatu kebiasaan aneh untuk ukuran lelaki berparas tampan, bermata hazel dan suka dijuluki kembarannya Zayn Malik. Atau kalau dikalangan penyuka K-Pop ia di sebut kembarannya Vernon Seventeen dan Chanyeol, kadang Jongkook ataupun Cha Eun Woo. Atau... Ah, banyak deh pokoknya.

Azkal sedari tadi hanya mengudek-udek jus jeruknya, dengan tatapan lurus entah kemana. Hal ini membuat ketiga temannya geleng-geleng kepala, jengah.

Nizar sambil memainkan gitarnya membuka suara, "Lo kenapa Kal, tumben jadi Alim gitu."

"Bukan Alim kali. Tapi pendiem, kayak koala," kata Arul masih tak berhenti memakan Baksonya.

Nizar hanya nyengir membalasnya. Farel yang merasa tahu alasan temannya itu jadi begini. Ia berdehem. Sepertinya akibat kejadian malam itu, tebak Farel.

"Lo jadi begini. Karena malam itu kan?" tanya Farel sok detektif dengan ekspresi mata sedikit dipicingkan.

Azkal masih diam. Pura-pura tak dengar dan memang sedang malas ngomong aja. Justru Nizar yang menyahut, "Malam. Malam apa? Kenapa dengan malam? Apa ada yang salah dengan malam? Eh, ada apa emangnya?" tanyanya memberondong bingung.

"Ah ya, gue tahu. Gue tahu," seru Arul sambil menjentikkan jempolnya, berlagak sok tahu, "pasti karena lo habis perform ya, ikut lomba gitu. Terus nggak juara?" Arul ikut menebak-nebak.

Azkal masih saja diam, tak menjawab pertanyaan teman-temannya. Seolah ia tengah hidup di dunianya sendiri. Ketiga temannya gemas, saling pandang, lalu tersenyum jahil menemukan ide gila untuk mengembalikan jiwa temannya yang satu ini, yang mungkin saja lagi kesambet. Dua detik selanjutnya ketiganya bangkit dari tempat duduk, mendekati Azkal. Seketika mereka langsung memeluk tubuh Azkal sambil berseru layaknya ketemu sosok bias.

"Oppa-oppa, saranghae..." seru ketiganya agak keras.

Azkal terlonjak, kaget. Merasa risih. Ia berusaha melepaskan kejahilan ketiga temannya.

"Apaan sih kalian? Gila lo semua. Ih jijik." Azkal bergidik sambil berusaha menjauhkan tangan-tangan teman-temannya. Ia kesal bukan main.

Ketiga temannya tertawa puas.

"Lo sih, ditanya diem mulu. Bro, kalo lo ada masalah bilang aja. Nggak usah ditutup-tutupi. Kitakan best friend," ujar Arul sambil duduk dan merangkul pundak Azkal.

Nizar ikut duduk di sebelah lainnya, juga merangkul pundak lelaki yang kini masih merajut mendung di wajah itu, "Iya, ayolah. Jangan murung gitu. Cerita-cerita."

"Aku tahu gara-gara apa. Pasti gara-gara..." ucapan Farel terhenti.

Cepat-cepat Azkal menghentikannya, "Farel!"

Farel tau apa yang terjadi, juga dari sorot mata Azkal. Seperti menyuruhnya untuk tak membahas peristiwa malam itu.

"Dia jomblo. Haha... Kemarin, di acara lomba itu. Yang lain kan pada bawa pasangan, lha, dia haha, si Marvel coba," Farel tertawa, ia mengalihkan tujuan ucapannya.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang