Bab 59 Akhirussanah

148 15 5
                                    

"Kamu suka buku ini, Na?" tanya Amjad disela-sela suasana canggung, mengunjungi bazar buku Akhirusaanah.

Detak jantung keduanya masih berpacu tak terkendali, usai adegan tak terduga beberapa menit yang lalu. Saat itu Amjad berdiri tak jauh dari keberadaan Aina. Ia heran melihat gadis itu celingak-celinguk tak tentu arah. Tepat sekali saat sebuah motor oleng hendak menabrak ke arah Aina, Amjad langsung sigap. Melangkah cepat dan menarik lengan gadis itu ke samping, hingga posisi sang gadis tepat berada di hadapannya, bahkan Amjad merasakan sapuan napas hangat milik Aina.

"Oh, e, i ... Iya, Kang. Aku suka buku semacam itu. Novel ber-genre islami," jawab Aina gugup.

Amjad menunjukkan beberapa novel lainnya, "Ini juga? Ini juga?"

Aina mengangguk, heran. "Kenapa memangnya, Kang?"

Lelaki berwajah dingin itu menjawabnya dengan senyuman manis. Lantas berlalu begitu saja meninggalkan Aina dalam selimut keheranan.

Kalau boleh jujur, sebetulnya Aina masih merasakan perasaan yang sama kepada Kang Amjad. Ada dua nama lelaki yang singgah di dinding hatinya. Hanya saja nama Kang Amjad timbul tenggelam akibat surat terakhir itu, lalu yang kini bertengger di depan ialah nama lelaki bermata hazel.

Namun melihat sikap Kang Azkal baru-baru ini, membuat nyali gadis itu untuk mempertahankan perasaan sukanya kian menciut. Untuk beberapa saat Aina memikirkan Kang Azkal, tatkala lelaki itu berjalan santai sambil tertawa-tawa hendak melewatinya.

Aina langsung sadar oleh sebuah suara berat seorang lelaki di sampingnya.

"Ini!" Amjad menyerahkan sebuah hoodie bag berisi buku-buku yang baru dibelinya.

"Apa ini, Kang?"

"Buat Aina. Dibaca, ya!" ujar Amjad bernada lembut. Ia masih tersenyum manis. Membuat Aina salah tingkah, gadis itu semakin dibuat gugup berlapis-lapis. Ia buru-buru menunduk.

Sebelum berlalu dan pamit Amjad berbicara sekilas, "Sekali lagi saya meminta maaf sudah lancang menarik lengan kamu. Tapi sungguh, saya tidak punya niatan apapun selain berusaha menyelamatkanmu, Na."

"Iya, Kang. Saya paham. Terimakasih banyak."

"Wassalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Ekor mata Aina melihat punggung Kang Amjad yang kian menjauh. Ada perasaan yang sulit dijabarkan, hanya hatinya yang mampu merasakan. Aina melongok isi hoodie bag di tangannya. Ada lima buah novel islami yang sebelumnya Kang Amjad tunjukkan kepadanya. Dan ada sebuah amplop surat berwarna biru muda. Aina membaca tulisan di luarnya dengan dada bergetar.

To : Aina Hunafa Qudsi

From : Azkal Immanuel Jackson

Kemudian Aina tertegun lama menatap amplop surat itu.

***

Puncak acara akhirusaanah pun tiba. Selepas penampilan berbagai kreasi dari santri putra maupun putri. Kini tiba giliran penampilan dari tingkat tiga, yaitu sebuah drama musikal bertajuk Pelangi Senja disudut Pesantren.

Santri-santri itu berkostum sesuai perannya masing-masing, mereka tampak berkerumun, berkumpul di belakang panggung.

"Duh, gue gugup, Dieb," keluh Mikel curhat pada Adieb yang tampak cool dengan kostum jubah ala Syaikhona.

"Baca Hatta ya tiyakal yakin, tujuh kali, Mike. Dan nanti anggap saja seluruh penonton di depanmu itu pepohonan," saran Adieb memberi tahu.

Mikel mendelik tak percaya, "Gitu, ya?"

Malaikat Bermata Hazel (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang