Bab 19 Sekolah Baru

309 39 12
                                    

Segala administrasi perpindahan sekolah telah selesai diurus oleh Kang Dimas, Azkal tinggal berangkat sekolah saja. Kali ini ia kedapatan kelas 12 IPA 2, lumayan, masih satu jurusan ketika bersekolah di SMA Bina Pertiwi.

Kebiasaan santainya setiap hendak berangkat sekolah tidak Azkal dapatkan disini. Ia jadi ingat, biasanya ia akan mematut lama di depan cermin; merawat wajahnya seperti hendak perfomance, menyisir rambutnya dengan berganti-ganti gaya serta memperhatikan penampilannya bak model majalah di depan cermin besarnya. Jika sudah begitu, biasanya Niswah akan berteriak keras dari bawah tangga.

"Abaaaaangg... Cepetan dandannya! Lama banget sih, gue juga yang cewek nggak serempong itu. Buruan keburu telat!"

"Iya, Fans. Ini juga udah kok. Cerewet amat. Gue kan model, jadi harus selalu tampil prima dong. Hehe ...," balas Azkal setengah berteriak.

Saat keluar menghadap ekspresi kesal Niswah, ia pasti akan bergaya, "Gue udah ganteng kan? Keren kan?" sambil mengedipkan sebelah matanya.

Ting!

Karena saking kesalnya Niswah berseloroh, "Nggak! Abang nggak ganteng. Tapi cantik. Udah ah, buruan gih! Abaaaang ...!"

"Ok. Heuh! Gojitmal (bohong). Yah, sabar aja. Gue udah ganteng gini, sebelas dua belas sama Jungkok juga," ucap Azkal terakhir seraya bergaya sokcool-nya.

Azkal tersenyum samar, menatap wajahnya di depan cermin kecil, yang menempel di tembok kamar 23 Makkah. Hanya ia yang tampak santai sambil memakai dasi panajang. Sementara sekelilingnya, santri-santri sekamarnya malah sibuk, ribut dan kalang kabut bersiap-siap hendak berangkat sekolah.

Pagi itu kamar 23 Makkah sudah seperti kapal pecah saja. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan keadaan kamar-kamar lainnya di tiap komplek, di Pondok Kebon Bambu.

"Parah banget, gila!" gumam Azkal melihat suasana semrawut di depan matanya.

Lelaki bermata hazel itu kembali menghadap cermin, menyisir hati-hati rambut hitam, lurus nan membasahnya. Rencannya ia tak mau pakai peci kalau pergi ke sekolah. Sayang sekali sama rambut indah ala Jungkoknya itu.

Azkal agak kesal. Teman-teman sekamarnya pada menyenggol dan berebut minta giliran menghadap cermin. Padahal ia belum selesai sempurna. Belum lagi, lima detik berikutnya suara bel melengking keras lewat speakerkomplek.

Kringg ...

"Kepada seluruh santri Komplek Makkah Al-Mukaaromah. Harap segera meninggalkan komplek sekarang juga. Karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih. Kepada Kepala Kamarnya dimohon untuk menggobreg para santrinya masing-masing. Terimakasih."

Mendengar suara pengumuman lewat speaker itu, para santri kalang kabut. Terlebih saat suara ketokan rotan bertubruk mengenai lantai hingga terdengar bunyi tok tok tok menyeruak ke segala sudut komplek. Ya, keganasan sabetan Sang Monster keamanan komplek mulai beraksi, mencari mangsa-mangsa yang telat keluar komplek.

Dengan menahan kekesalan luar biasa. Terpaksa, Azkal bergegas berangkat menuju sekolah milik yayasan pondoknya itu, MAN Kebon Bambu. Daripada betis mulusnya menjadi korban Si tangan-tangan algojo, lebih baik ia berangkat duluan. Walau sejatinya, ia belum siap sempurna atas penampilannya serta isi kosong perutnya. Ah, biarlah. Biar nanti ia sarapan di kantin saja.

***

Azkal mendengus sebal, agak kecewa menatap pemandangan kelas 12 IPA 2. Usai melakukan perkenalan diri, sebagai murid baru. Kenapa jadi sebal? Karena, ternyata seluruh siswa kelas 12 IPA 2 ialah laki-laki. Rupanya, setiap kelas di MAN Kebon Bambu itu, dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki, ya, kumpul dengan laki-laki, begitupun sebaliknya.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Where stories live. Discover now