Bab 7 Peristiwa

466 50 52
                                    

Sampai malam Jumat ini, Azkal masih belum juga ingin pulang ke rumah. Bahkan selama tiga hari kemarin ia absen sekolah. Kini lelaki bermata hazel itu tampak terduduk diam di shofa, ruangan lantai dua, basecampnya grup cover dance Ikonicers. Padahal ruangan cukup besar itu dipenuhi para remaja. Tujuh member Ikonicers, beberapa fans dan para tim sukses Ikonicers dari komunitas K-Pop jaman jigeum. Mereka memang berbeda-beda sekolah, juga malah ada banyak dari mereka yang sudah kuliah ataupun bekerja.

Semua berkumpul di tengah-tengah ruangan. Menghadap sebuah nasi tumpeng. Ceritanya hendak merayakan kemenangan Ikonicers dalam lomba kemarin, sebagai peraih juara pertama.

Pak Raihan sebagai dewan pembimbing atau semacam manajer, memimpin acara syukuran itu. Beberapa diantara mereka siap-siap dengan terompet dan fireworknya.

Usai Pak Raihan menyampaikan sedikit sambutannya. Ia memberi aba-aba, "Maka dengan mengucap Alhamdulillah, kita panjatkan rasa syukur kita kepada Allah atas segala kesuksesan, keberhasilan Ikonicers. Mari kita membacakan surat alfatihah di dalam hati mulai."

Pak Raihan mengacungkan kepalan tangannya, "Ikonicers..."

"Is the best, forever..."

Semua yang hadir bertepuk tangan, terompet di bunyikan dan kembang api kertas di jalankan. Seketika ruangan lantai dua itu, malam itu riuh, laksana sebuah acara hajatan besar.

Acara dilanjutkan dengan makan-makan nasi tumpeng. Yang lain pada makan sambil bercakap-cakap. Sementara Azkal malah menghindar, ia keluar, berdiri di balkon yang menghadap ke jalan. Entah kenapa ia enggan ikut gabung dengan mereka, jiwanya terasa garing dan kosong. Ia sendiri tak paham kenapa bisa begitu.

Pak Raihan menghampiri kesendirian Azkal. Sambil membawa sepiring kecil nasi kuning.

"Kamu kenapa? Kok ngehindar gitu, ayolah gabung! Kita seru-seruan," ajak Pak Raihan tersenyum, merangkuk sedikit pundak Azkal.

Azkal tersenyum kecil, "Lagi bad mood, Pak," jujurnya dengan nada lirih.

"Oh, gitu," Pak Raihan mencoba menebak, "gara-gara peristiwa malam itu? apa sih. Bapak baru denger sekilas dari anak-anak. Emang seriusan cerita mereka itu?"

Azkal menghela napas agak panjang, "Nggak juga, Pak. Nggak seserius dan seekstrim faktanya, mereka berlebihan. Biasa aja, yah, nggak usah dibahas lah Pak."

"Ya berarti bagus. Cerita mereka hoax. Oh ya, ini buat kamu. Makanlah..." ujar Pak Raihan sambil menyerahkan piring kecil kepada Azkal.

Azkal menerimanya, "Makasih, Pak."

"Makasih banyak juga. Berkat kerja kerasmu, akhirnya ending dari perlombaan kemarin, sukses."

"Hehehe... Iya, Alhamdulillah," ucap Azkal tersenyum.

Lalu, Ragil, Vino dan Firgo mendekat.

"Hai, Pak Raihan," sapa Vino.

"Ini, Vino, ajak Azkal gabung. Lagi garing tuh dia. Hehe." Pak Raihan tertawa kecil, "Bapak ke bawah dulu ya."

Mereka menjawab serentak, "Iya, Pak."

Azkal seketika memanggil Pak Raihan, menahan dia untuk pergi, "Pak."

Azkal mendekat.

"Ya?"

"Nanti Bapak ada waktu kosong?" tanya Azkal serius.

"Hmm... Ada. Tinggal konfirmasi saja, kapan kamu bisanya, di WhatsApp ya."

"Ok, pak. Siap pak. Sekali lagi makasih banyak."

Malaikat Bermata Hazel (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang