Bab 8 Penyesalan

396 60 20
                                    


Azkal berada di sebuah tempat serba putih, semacam lapangan. Namun memiliki sudut dan tiap sudutnya mengeluarkan cahaya putih –agak silau. Di depan dan belakangnya terdapat lorong bercahaya pula. Ia berada di tengah-tengah ruangan itu.

Sejurus seorang lelaki berwajah samar datang menghampirinya. Lelaki itu berperawakan agak pendek, memakai jubah putih, wajah samarnya pun bercahaya. Entah siapa, tentu Azkal tak kenal sama sekali. Namun ia mau saja saat lelaki itu menggait lengannya, menyuruhnya mengikuti langkah ke arah lorong di depan.

Namun baru lima langkah berjalan. Tiba-tiba ia mendengar suara orang memanggil-manggilnya. Azkal berhenti, lelaki di sampingnya juga berhenti. Suara panggilan itu terus menggema, Azkal menoleh ke belakang. Di belakangnya, cukup jauh ia melihat sosok bayangan lelaki lain. Bayangan itu seakan mengajaknya untuk mendekat, sebab tangan lelaki itu terus melambai-lambai kepadanya.

Di sana, Azkal bingung. Bukan hanya bingung oleh siapa sesungguhnya bayangan lelaki jauh di belakangnya itu saja. Melainkan juga ia hendak mengikuti kemana, menghiraukan ajakan bayangan lelaki tersebut ataukan mengikuti lelaki berjubah putih di sampingnya.

Lelaki di sampingnya mengangguk dan seperti mengisyaratkan supaya Azkal mengikuti ajakan bayangan lelaki yang kini suara panggilnya terdengar semakin menggema jelas.

"Jackson... Jackson..."

Ya, lelaki itu memanggilnya dengan sebutan nama terakhirnya. Jackson.

Seketika Azkal seperti paham apa yang harus ia lakukan sekarang. Juga seperti ada dorongan kuat dalam hatinya. Maka detik selanjutnya ia berbalik arah, langkahnya justru menuju bayangan lelaki jauh itu.

Tetapi lagi-lagi baru saja lima langkah berjalan. Ia kembali berhenti. Telinganya mendadak sakit, semacam ada suara berfrekuensi tinggi yang mampu membuat gendang telinganya serasa nyaris pecah. Begitupun suara-suara lain yang secara bersamaan muncul, suara tangis perempuan dan anak laki-laki, suara berbahasa yang sulit dipahami dan suara sabetan kayu mengenai tubuh seseorang.

Bukan hanya itu saja, bayang lelaki nun jauh di depan sanapun. Ikut terkecoh oleh slide demi slide mengendap di pelupuk matanya.

Bayangan lelaki hitam, menyeramkan.

Samar-samar, bayangan seorang perempuan terduduk kaku memeluk lutut.

Seorang anak lelaki tampak ketakutan di sudut ruangan gelap.

Sebuah kayu panjang melayang di udara.

Dan lelaki nun jauh di depannya, seketika berubah. Sebagian tubuhnya terlihat sendu, melambai-lambaikan tangan ke arahnya. Sebagiannya yang lain, mengacungkan sebuah kayu di tangannya. Ia berjalan maju, dekat. Semakin mendekat. Seiring suara-suara menggema bercampur-aduk itu terus menerus membuat telinganya terasa sakit.

Azkal menggigil ketakutan.  Bibirnya bergetar hebat.

Lantas...

"Arrghh...," teriak Azkal keras.

Sontak lelaki bermata hazel itu bangkit dari tidurnya. Napasnya memburu bagai orang yang tengah dikejar-kejar harimau. Dan keringat dingin mengucur deras di wajahnya. Gurat-gurat di wajah putihnya itu tampak amat cemas dan takut.

"Astaghfirullah... Alhamdulillah, hanya mimpi," lirihnya pelan bercampur dengan napas ngos-ngosan.

Dua detik berikutnya, Azkal baru tersadar. Ia sedang berada dimana. Bolamatanya melirik kesana-kemari, heran. Kenapa ia bisa berada di kamarnya? Bukankah waktu malam...

Otaknya mulai berputar cepat. Semacam memutar kembali secara otomatis, peristiwa waktu malam. Ya, Azkal ingat. Malam itu ia dan teman-temannya masuk ke tempat yang mencurigakan. Ia duga tempat itu adalah diskotik. Setelah masuk, awalnya ia tak ikut-ikutan berjoget bersama orang-orang. Lalu diajak oleh seorang gadis bernama Keysa, duduk di depan meja panjang, mengobrol sebentar sambil menyedot minumannya. Setelah itu ia dipaksa teman-temannya untuk gabung dan ia terpaksa menurut. Berjoget-joget agak malas mengikuti irama musik. Lama-lama kepalanya mulai terasa sakit dan pusing. Karena saking tak kuatnya, ia duduk di shofa sambil memegang kepala. Kemudian...

Malaikat Bermata Hazel (complete)Where stories live. Discover now