Bab 28 Ro'an

261 32 0
                                    

Suara lengkingan pengurus lewat speaker utama pondok itu menyeruak ke setiap penjuru Pondok Kebon Bambu, memecah keriuhan santri-santri yang tengah bersantai ria menyantap sarapan pagi.

"Kepada seluruh santri Pondok Kebon Bambu, diharapkan untuk segera berkumpul di lapangan utama. Karena apel pagi hari Jumat ini akan segera dimulai. Kepada seluruh pengurus keamanan dan kepala kamarnya harap untuk bisa menggobreg santri-santrinya. Karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi."

Sejurus koor keluhan tercipta, terlebih saat suara ketukan rotan terdengar memekik telinga. Mereka yang memadati kantin dan koperasi pada bubar, yang tampak nongkrong di beberapa titik satu persatu memisahkan diri, juga yang sibuk mengantri mandi bergegas untuk cepat selesai.

Sudah menjadi kebiasaan pondok ini, setiap kali menjelang pagi Jumat. Suka diadakan piket Jumat bersama atau biasa disebut ro'an. Dari mulai santri ingusan sampai santri berstatus tua sekalipun, semua melaksanakan kegiatan ro'an yang dipimpin langsung oleh Almukarom.

Tak berselang lama, para santri Pondok Kebon Bambu itu sudah berdiri, berbaris rapi di lapangan dengan setelan santainya. Para pengurus berjejer di depan menghadap barisan santri. Usai sambutan dari salah satu pengurus, dilanjut sambutan dari Ang Anwar.

"... Sampean iku kan ngaji ning kene, belajar ning kene, mangan-nginum ning kene, adus ning kene, turu ning kene, ngeces ning kene, sampe ngisingge ning kene. Dadi pondok iki umah ke loro sampean. (Kalian itu kan ngaji di sini, belajar di sini, makan-minum di sini, mandi di sini, tidur di sini, ngeces di sini sampai BAB di sini. Jadi pondok ini rumah kedua kalian)

"Kalau punya rumah itu harus gimana? Dijaga bukan? Dibersihi, ditata, diberesi. Ya, aja menenge Bae. Katanya kebersihan itu sebagian dari iman? Due iman kan? Kok masih belum bisa menjaga kebersihan.

"Ingat, ya, jangan menyepelekan hal-hal yang kecil. Sesuatu yang dimata kita kelihatan kecil, lalu kita anggap remeh, kalau dibiarkan terus-terusan. Ya, jadi perkara besar ...."

Begitu seterusnya, Ang Anwar menyampaikan sambutannya begitu menyejukkan. Entah jurus apa yang ia keluarkan hingga setiap insan yang hadir, terkesima, terhipnotis, menyimak baik-baik tiap untaian perkataan yang terdengar menentramkan gendang telinga. Benar-benar beda, antara sosok berwibawa penuh ilmu agama dengan sosok biasa saja, tatkala berbicara di depan podium. Ya, auranya itu loh.

Usai acara apel pagi selesai, para santri bubar, saling bersiap-siap menuju tempat piketnya masing-masing yang setiap Jumatnya digilir perkamar. Speaker utama pondok itu kembali berdengung.

"Jadwal piket Jumat pagi hari ini, kamar satu arofah membersihkan lapangan utama pondok. Kamar dua dan tiga arofah mengangkut pasir di depan gerbang ke pondok putri. Kamar empat arofah ...."

Pengabsenan tempat piket setiap kamar terus berlanjut sampai selesai. Reaksi para santri berbeda-beda. Yang kebagian piketnya hanya menyampu atau membereskan taman tentu bersorak-sorai, gampang sih. Tapi bagi mereka yang kedapatan piket semacam mengangkut pasir, puing-puing, apalagi WC dan tempat sampah umum, pada mengeluh.

"Yaahhh ... WC maning bae. (WC lagi aja)."

"Lah, tempat sampah kebagiannya, euh, kotor, mambuuuu ... Wis udan maning jagate. (bauu ... udah hujan juga)."

"Haduuhhhh ... Bak sampah kalahan meunangna (dapatnya). Paruguh."

Yang lebih bahagia ialah mereka yang disuruh piket di pondok putri, tak pandang seberat apa jenis piketnya itu. Bisa jelalatan lihat bidadari dari kolong langit sih.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Where stories live. Discover now