Bab 36 Sabetan Rotan 2

186 25 2
                                    

"Arrggghhh ...."

Suara erangan itu terdengar menghibur malam. Seiring suara sabetan rotan, yang dilayangkan seorang pengurus keamanan, mampu mengaduk-aduk emosi para santri yang menonton. Namun detik-detik berikutnya justru gelak tawa pecah begitu saja, mengiringi sosok santri berekspresi kesakitan bercampur tawa.

Begitu, terus berlangsung, bergilir sesuai urutan nama yang disebutkan di speaker komplek beberapa menit yang lalu.

Azkal menatap nanar pemandangan di depannya. Walau tampak ngeri, kegengsian tingkat dewanya mencuat. Tapi sebisa mungkin lelaki itu bersikap biasa saja. Sementara Mikel, berkali-kali bergidik ketakutan. Ia tak kuat menyaksikannya. Apa mau dikata, bagaimana rasanya nanti saat ia berada diposisi Si korban? Pasti sakit sekali.

Yang lebih menyedihkan, sekaligus miris ialah tatkala ada seorang santri baru bertubuh kecil yang kurang sepuluh nadzom tasrifan. Si pengurus tak pandang bulu, seperti pada santri lainnya. Ia menyabet santri itu cukup keras. Bayangkan! 30 kali sabetan rotan? Gila kan?

"Arrggghhh ...," erangnya meringis kesakitan, lalu terduduk. Tak kuat berdiri lagi. Si Pengurus menjeda beberapa detik. Kemudian aksi sabetan kembali berlangsung, sampai sabetan ke tiga puluh.

Si Santri itu menangis, "Arrggghhh ... Ampun, Kang. Udah, Kang. Huhu ..., rengeknya benar-benar mengeluarkan air mata.

"Iya, udah. Iya," ucap Si pengurus sedikit menyunggingkan senyum.

Si santri bertubuh kecil itu tampak berjalan tertatih seraya menyeka air matanya, dan tangan kanannya berkali-kali memegang betisnya. Ia sesenggukan. Isak tangisnya terdengar mencekam. Beberapa teman-temannya langsung membantu.

Azkal mengigit bibir bawahnya. Miris!

Tiba giliran Mikel menerima takjiran. Ia kurang lima nadzom, berarti disabet sebanyak lima belas kali. Aksi lelaki ini yang justru membuat tawa para santri yang masih asyik menonton. Ya, sebab setiap beberapa kali sabetan Mikel langsung menghindar dan loncat-loncat tak jelas. Diiringi erangan serta gerutuannya yang cukup lebay.

Mikel loncat-loncat lagi, "Ah, Kang. Jangan keras-keras. Nanti betis aku, penyok-penyok gimana," rengek Mikel dengan raut wajah menahan sakit, tapi terasa lucu. Hingga para santri tertawa melihat tingkahnya.

"Iya, iya. Nggak. Nggak keras sekarang mah. Sini, cepat. Belum selesai," ujar Si pengurus, ia juga ikut tertawa kecil.

"Bentaran dikit napah, Kang. Masih belum rileks nih betis gue. Hoho ...."

Tak berapa lama lagi tibalah giliran Azkal. Dengan menunjukkan raut wajah datar, seolah tak ada beban apalagi rasa takut dalam dirinya. Lelaki bermata hazel itu melangkah santai mendekati Si Pengurus keamanan itu. Meski sejujurnya ia cukup deg-degan, kalau-kalau ternyata ia bisa ambruk juga. Gengsinya terlalu besar, terlebih jika melihat postur tubuhnya yang perfect bak model iklan L-Men. Memalukan sekali kan?

"Sudah siap?" tanya Si pengurus sok basa-basi.

"Iya, siap," jawab Azkal pendek seraya mulai memasang kuda-kuda dikedua betis kakinya.

"Yang rileks, ya. Nggak usah gemetar apalagi jadi tegang. Jangan malu sama body dong, hehe ...," cengirnya beserta tawa jahat.

Azkal diam. Tak menggubris celetukan bernada sindiran itu. Ia mencoba fokus menahan sakit nantinya di kedua betis kakinya.

Lantas tiga detik berikutnya...

Plak... Plak... Plak...

Tujuh sabetan berhenti. Azkal sedikit oleng. Raut wajahnya memerah menahan pedas dan sakit. Juga napasnya terasa memburu. Ia mulai tak peduli dengan reaksi para santri yang menonton dirinya menerima takjiran maha dahsyat itu. Sementara para santri pada bungkam, meringis, bergidik, seperti tengah merasakan apa yang dirasakan Azkal.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang