Bab 46 Takjiran 2

220 23 7
                                    

Usai baru saja Azkal keluar dari kantor keamanan. Iwan diduduki paksa di tengah-tengah ruangan. Kini giliran dirinya yang diintrogasi. Sebenarnya lelaki itu sedari menginjakkan kaki ke kantor kemanan, nyalinya sudah siap lahir batin. Ia sudah tahu persis endingnya akan bagaimana. Maka ia bener—benar pasrah menyerahkan segalanya kepada sang pencipta.

Untuk saat ini pikiran terhadap kemurkaan Farid yang berujung menyedihkan, juga tanggapan mengejutkan Azkal yang justru menyalahkan dirinya, Iwan buang jauh-jauh. Sebab ada hal yang jauh lebih penting daripada semua itu, ya, kini, di depan matanya.

Di pojokan ruangan tampak Kang Abub terduduk lesu dalam diam. Mungkin ia masih syok. Sampai ia tak kuat untuk mengintrogasi langsung adiknya sendiri sebagai pelaku pencurian. Maka Kang Syakur selaku anggota keamanan lainnya mengambil alih tugas.

Beberapa pertanyaan yang dilayangkan seputar kebenaran pengakuannya, Iwan jawab lugas dan tegas. Tidak ada gentar di sana, tidak ada ketakutan maupun keraguan di sana. Iwan benar-benar ingin menunjukan pada dunia bahwa ia memang bersalah, inilah kesalahannya dan patut ia tanggung jawabi apapun itu konsekuensinya nanti. Ketimbang di akhirat kelak, ia akan menderita dengan segala hukuman yang jauh lebih mengerikan bukan? Mendingan ia mengaku sekarang, sebab mungkin saja kejujurannya itu mampu menjadi obat penawar tatkala diintrogasi oleh malaikat di masa penghisaban.

"... Ya, akulah si pencuri sebenarnya. Sudah berkali-kali aku mencuri. Bukan hanya pada anak-anak sekamar, Kang. Santri-santri kamar lain juga. Setelah aku hitung-hitung total uang yang aku curi. Semuanya mencapai hmm ...." Iwan terlihat berpikir sejenak.

Dan jawaban selanjutnya sungguh mengejutkan, membuat beberapa pengurus tersentak kaget dan geleng-geleng kepala tak percaya.

Iwan menjawab, "Sekitar dua jutaan, Kang."

Mendengar jawaban adiknya barusan, Kang Abub semakin murka. Tanpa diduga, lelaki itu bangkit dan menyerbu tubuh Iwan, mencengkram kerah baju lusuhnya.

"Kamu kenapa, Dik? Kenapa ngelakuin hal buruk itu? Siapa yang ngajarin, ha? Siapa?" teriak Abub murka. Ia sungguh tak percaya atas pengakuan Iwan barusan. Ia seperti tak menemukan jiwa adiknya yang jauh berbeda.

Beberapa pengurus mencoba merelai, walau agak ragu. Sebab mereka tahu benar siapa yang tengah murka. Dan apa yang perlu dilakukan sekarang?

"Kang, kang, sudah, Kang. Sudah," ucap Kang Syakur.

Kang Abub menepis keras uluran tangan temannnya itu. Kini ia menatap tajam sorot mata benci adiknya. Ya, Abub terlihat seperti serigala kelaparan yang siap menerkam mangsanya bulat-bulat.

"Dan untuk apa coba kamu mencuri, Dik? Apa masih kurangkah uang bulanan yang selalu Abah kasih? Terus juga untuk apa uang sebanyak itu, Iwan? Kakak nggak mengerti," Kang Abub bertanya dengan dua belah mata berkaca-kaca. Nada bicaranya terdengar melemah, seperti ada nada keputusasaan.

Iwan menenggakkan wajahnya, seolah ia siap untuk diajak duel. "Semua itu karena kamu, Kak. Kamu yang egois. Kamu yang mentingin diri kamu sendiri. Dan Umi sama Abah yang selalu diskriminatif. Yang selalu pilih kasih. Yang selalu kamu dan kamu, mereka kasihi," balas Iwan berteriak. Bukan lagi sosok ketua keamanan yang ia hadapi, melainkan sosok kakak yang paling ia benci.

Ekspresi Abub mulai berbeda, "Apa yang membuat kamu bicara begitu, Dik? Pilih kasih apa yang mereka lakukan?

Iwan membuang muka culas, "Udahlah nggak usah pura-pura. Kamu pikir aku nggak tahu apa? Kamu pikir aku bodoh apa? Ah, nggak. Aku memang bodoh, Kak. Aku memang tolol. Aku nggak secerdas kamu. Sehebat kamu, yang selalu berprestasi dimana pun berada.

"Sementara aku apa? Aku hanya lelaki bodoh yang memiliki otak batu, Kak. Yang selalu dijejali berbagai perintah yang membuat aku muak. Aku benci diatur-atur seenaknya. Aku benci dibanding-bandingkan. Aku benci dikekang, Kak. Aku ingin hidup menjadi diriku sendiri, bukan menuruti ambisius kemauan Umi sama Abah yang selalu mereka bandingkan dengan kamu, Kak. Aku benci itu semua," teriak Iwan bersama isak tangisnya, tepat di hadapan wajah lelaki yang ia benci selama ini.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Where stories live. Discover now