Bab 10 Malam Terakhir

360 47 23
                                    

Durasi waktu Azkal hidup di rumah, tinggal belasan jam lagi. Itu artinya tak akan ada lagi moment kebiasaan santainya seperti; berenang di kolam renang halaman belakang rumah dan duduk santai di atas shofa balkon kamarnya, menikmati alunan musik favorit lewat earphone, menatap tenang pada bintang-bintang di malam hari, sampai berjoget-joget tak jelas atau latihan koreografi di dalam kamar sambil menghidupkan musik cukup keras. Semua akan sirna, hanya tinggal kenangan.

Azkal menghela napas berat. Malam ini hamparan langit hitam nun jauh di sana, tak jauh berbeda seperti isi hatinya. Gelap. Tak ada satu titik cahaya bintang pun yang muncul.

Merasa bosan hanya duduk bersenderan di shofa. Azkal berdiri. Ia ingat belum membereskan berbagai koleksi all about koreanya. Padahal segala pakaian yang dirasa butuh, sudah dipacking semua ke dalam dua buah koper berukuran sedang.

Azkal melangkah masuk ke dalam kamar. Ia menghampiri meja belajarnya, lalu menyetel musik lewat handphone yang disambungkan ke speaker kecil. Kali ini lagu yang diputar berjudul Oh My! dari boyband Seventeen.

Naye bameun deep deep

Kyeojyeo itneun TV

Shikkeureobhi nae mamcheoreom

Neoneun daeche eotteohan iyuro

Nae mameul kkeotta kyeotta ne meottaeronji

Selama musik mengalun lumayan keras, mungkin sampai terdengar ke luar kamar. Azkal membereskan buku-bukunya yang kebanyakan berupa novel. Ya, hobby lainnya selain yang berbau korea ialah membaca novel. Sudah banyak sekali koleksi novel yang pernah ia baca sampai khatam dan novel terfavoritnya ialah novel-novel islamy karya Habiburrahman El-Shirazy.

Sejurus seseorang mengetuk pintu. Azkal berseru supaya langsung masuk saja. Ternyata orang itu adalah Niswah. Kepalanya menyembul sedikit lewat pintu. Gadis itu mengenakan jilbab warna merah marun.

"Boleh masuk?" tanyanya hati-hati.

"Mau ngapain?" Azkal balik bertanya, terdengar tak enak nada bicaranya.

"Nengok kamar lo, Bang. Kan sebentar lagi kamar ini akan jadi kamar gue. Iya kan Bang? Hehe...," ungkap Niswah nyengir kuda. Ia langsung masuk tanpa menunggu izin dari Kakaknya.

Gadis berbaju tidur namun tetap setia mengenakan jilbab santainya itu, langsung rebahan di atas ranjang milik Azkal. Tatapannya ke atas, ke arah langit-langit kamar yang tampak bergambar pemandangan luar angkasa.

Azkal mendelik sinis, "Apa tadi lo bilang? Ini mau jadi kamar lo? Ogah! Enak aja. Nggak lah, ini tetap jadi kamar gue. Nggak boleh ada yang nempatin, siapapun, apalagi lo," tukas Azkal tak terima. Tangannya kini berusaha mencopot beberapa poster orang bermata sipit yang terpajang di tembok.

Lagu masih mengalun merdu. Tak peduli orang luar merasa terganggu atau tidak.

"Yah, mubadzir dong namanya. Tenang kok, Bang, gue nggak bakalan sampe ngerusak total kamar ini. Kan kalo lo balik pas liburan, lo bakal tidur lagi di sini," sahut Niswa mencoba meluruskan. Ia bangkit dan memperhatikan poster yang hendak dicopot oleh kakaknya, "btw, itu poster-poster siapa sih? Kenapa pakai ditutup segala pakai kertas?" tanya Niswah penasaran. Sebab tiap kali ia masuk kamar Azkal, di beberapa dinding kamarnya ada banyak poster yang tertutup kertas putih.

"Kepo lo kayak Ria Ricis turunan ketujuhnya Dora. Kepo mulu."

"Ye, nggak papa dong. Kan kritis mamanya. Hmm... Gue tahu kenapa poster-poster itu ditutup sama kertas. Pasti takut Abah sama Bunda tahu, terus bisa raib deh," tebak Niswah melirik penuh selidik. Ia menangkupkan sebelah tangannya di dagu dan pura-pura tengah berpikir keras.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Where stories live. Discover now