Bab 48 Be Grateful

226 23 5
                                    

Empat orang siswa itu tampak menyembul di pinggiran tembok dekat kantin. Bola mata mereka fokus mengawasi seorang siswa yang duduk seorang diri, di meja kantin paling pojok. Dia hanya ditemani sebotol minuman, beberapa makanan ringan dan yang lainnya ialah tumpukan buku-buku. Siswa itu terlihat fokus menghadapi soal-soal di tiap lembar buku tebalnya, tanpa peduli keriuhan jam istirahat di kantin sekolah MA Kebon Bambu itu.

"Gue yakin deh, si Azkal pasti lagi kerasukan jin clever penunggu sekolah ini," tebak Tanaya sok jadi detektif.

Mikel di belakangnya melongo, "Ha? Emang ada?"

"Ada lah, jin itu beranekaragamnya, Mike, dari mulai yang baik, yang agak jahat sampai yang jahat banget. Terus dari bentuknya juga beranekaragam." Tanaya menoleh sekilas pada temannya itu, berusaha meyakinkan.

"Beranekaragam? Kayak suku dan budaya di Indonesia aja," celetuk Mikel. Lelaki itu melirik ke arah Adieb, "iya, gitu, Dieb?"

"Iya, Mike. Kata Kang Hisyam juga bangsa jin itu kalo kita lihat dari bentuknya sih, ya, euh, kita bakalan jijik melihatnya. Pokoknya sejelek-jeleknya rupa manusia di muka bumi ini, itu tuh udah yang paling cakep di antara para jin." Adieb memberi tahu.

"Masa sih?"

"Iya, Mike," tegas Adieb bernada meyakinkan.

Mikel memperbaiki posisi berdirinya. Ia sedikit berkacak pinggang. Lebih tepatnya ialah menatap Tanaya dan Adieb dengan tatapan tak percaya. Hal itu membuat keduanya heran dan mendadak bertanya bersamaan, "Kenapa?"

"Kok kalian berdua bisa tahu sih sejauh itu? Jangan-jangan kalian itu jin yang bertranformasi menjadi manusia, ya? Wah, gawat!" Mikel berekspresi terkejut.

Namun tidak berlangsung lama, karena detik berikutnya, dua buah tampolan mendarat di kening Mikel, membuat lelaki berhidung mancung itu meringis kesakitan.

"Jangan ngaco lo!" pedas Tanaya menunjukkan kepalan tangannya.

Adieb geleng-geleng kepala, "Kesimpulan yang selalu nggak nyambung."

Adieb mendecak sebal. Ia mencak-mencak tak jelas, "Iya, iya. Tapi kenapa harus pake ditampol segala sih? Otak gue bisa miring tahu."

Tanaya dan Adieb kembali mengacuhkan Mikel. Mereka lebih tertarik memperhatikan gerak-gerik Azkal, yang saat itu tiap kali ada orang yang menyapanya hanya dia tanggapi lewat senyuman dan balas sapaan singkat saja. Kemudian kembali fokus pada kegiatannya. Sungguh, formal sekali. Seperti bukan sosok Azkal yang mereka kenal.

Dan kini justru Ilham lah yang mulai memperhatikan Mikel, seperti biasa dengan tatapan DATAR.

Mikel mendelik tajam, "Apa? Lo mau nampol gue juga?"

Ilham cepat-cepat menggeleng keras.

"Terus? Kenapa lo natap gue kek gitu? Serem amat." Mikel bergidik sok ketakutan.

Sejurus Ilham menyentuh kening Mikel sambil berucap, "Pantesan. Panas."

Lantas lelaki itu begitu saja melenggang pergi meninggalkan Mikel yang kembali mencak-mencak tak jelas, saking kesalnya diledeki begitu.

"Awas lo, ya, Ham. Sekarang lo udah berani ngeledek gue." Mikel mengepalkan tangannya ke udara, ke arah Ilham yang berjalan semakin menjauh.

Saat Mikel membalikkan badan, ia kaget, mendapati dirinya seorang diri. Tanaya dan Adieb sudah lebih dulu meninggalkannya. "Kalian berdu ...," ucapannya menggantung. "Selalu aja hayata ditinggalin. Menyedihkan sekali hayata ini, ya, Tuhan."

Dengan langkah lemas Mikel berjalan menuju meja Azkal. Dua temannya sudah lebih dulu mengganggu lelaki bermata hazel itu.

***

Malaikat Bermata Hazel (complete)Where stories live. Discover now