Bab 31 Mandi di Sungai

277 34 15
                                    

"Waw! You are so amazing. Awasome bingits, Guys," seru Tanaya seraya menepuk dan merangkul pundak Azkal. Ia benar-benar bahagia sekali melihat teman terkerennya ini, ya, berhasil mengalahkan senior sabuk merah, di gala pertarungan separing bebas beberapa menit yang lalu.

"Gue juga terhura, Kal. Hoho. Gue mau nangis. Tadinya gue pikir lo bakalan mati di tangan Kang Amjad. Eh, ternyata ekspektasi gue salah besar. Silat lo bisa sekeren itu, sih, Kal. Bisaan, ih," tambah Mikel ikut-ikutan meraih lengan kiri Azkal, ia tak ubahnya sosok bayi manja yang bergelayutan di lengan Ayahnya. Apalagi saat ia dengan entengnya mencubit pipi mulus Azkal.

Hal ini membuat lelaki bermata hazel itu gerah dan risih. Ia berusaha melepaskan tangan-tangan kedua temannya itu.

"Arrgghh ... Lepasin, ih! Geli tahu. Nggak usah lebay," ucap Azkal berekspresi jijik.

Meskipun ia ingin ketawa juga, pun di dalam hatinya merasa amat senang, hmm ... Sebenarnya ia agak kurang percaya juga, sih, kenapa bisa-bisanya ia mampu mengalahkan sosok yang katanya Si Singa Pesilat itu. Apa mungkin ia tengah berada di zona keberuntungan, ataukah memang Kang Amjad sengaja menyerah demi dirinya? Ah, tapi kalau disengaja kayaknya nggak mungkin deh, pikir Azkal. Sebab saat pertarungan Azkal melihat jelas gelagat amarah lelaki jangkung itu saat berkali-kali ia melancarkan serangan. Belum lagi tatapan mata tajam itu, sesaat sebelum dirinya meninggalkan tempat. Jelas sekali seperti ada sorot mata kebencian dan tak terima di sana, di iris mata hitam milik Kang Amjad.

Keduanya tengah berjalan sambil membawa perlengkapan mandi di sebuah tepak kecil milik masing-masing, bersama para santri lainnya. Ya, mereka semua pada mau mandi di sungai yang ukurannya lumayan besar di sebelah timur sana, tak terlalu jauh letaknya dengan pondok.

Sudah menjadi kebiasaan santri Pondok Bambu sesudah selesai melakukan olahraga silat sore, yakni membersihkan badan di sungai. Khususnya buat santri-santri yang malas mengantri. Betapa tidak malasnya, mereka hanya punya waktu sekitar sepuluh menit untuk mandi. Dengan keseluruhan santri hendak mandi, tak cukup waktu jika harus bejibun mengantri. Keburu adzan Maghrib berkumandang. Maka alternatifnya, ya, menjeburkan diri ramai-ramai di sungai.

Sebenarnya asyik juga, mandi bersama-sama sambil berenang bak sekelompok bebek saja. Apalagi kalo temen sendiri bawa lengkap perlengkapan mandi dan kita boro-boro, bawa sabun juga tidak. So, ya, joinan aja. Lebih seru.

Sambil berjalan menelusuri jalan setapak, yang di kanan-kirinya disuguhi selalu pemandangan semak belukar, pepohonan jati serta bambu. Azkal mendapat dukungan baik dari teman-temannya, juga dari santri-santri selain sabuk putih yang tadi menyaksikan pertarungannya. Mereka pada kagum, geleng-geleng kepala dan mensupport.

Azkal hanya membalas dengan senyuman manis seraya berusaha merendahkan diri.

"Yah, itu mah aku cuma lagi kebetulan aja, Kang."

"Nggak kok, masih hebatan Kang Amjad."

"Aku cuma bisa gitu-gitu aja. Tadi tuh Kang Amjad sengaja mengalah, biar aku menang ngalahin dia. So, ya, aku mah apa atuh."

"Hehe ... Mungkin aku lagi beruntung, Kang. Aku nggak suka ikut-ikut kayak gituan kok. Beneran deh."

Meski dalam hati ia meneruskan ucapannya, iya, semenjak kelas dua belas SMA sampai sekarang. Dulu sih, iya, pernah. Kan ikut organisasi taekwondo. Hehe ... Sering ikut olimpiadenya juga sih dan selalu kalah di final.

Begitu, Azkal tak suka dipuji-puji oleh orang lain yang merasa tak dekat dengannya. Tapi kalau sama teman sendiri. Ya, jangan ditanya. Kadang sombong dan percaya dirinya malah kelewatan, overdosis, sudah mencapai tingkat dewa. Tentu, tujuannya tidak lebih dari ingin menyelip banyolan receh saja.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Место, где живут истории. Откройте их для себя