Bab 50 Pengajian Tingkat Tiga

225 22 2
                                    

Bubar jamaah solat magrib, para santri layaknya laron-laron yang keluar dari sarangnya. Mereka beranjak menuju tempat pengajiannya masing-masing sambil menenteng kitab-kitab yang tengah dikaji. Ada yang santai berjalan, bercakap-cakap, ada pula yang berjalan tergesa-gesa dengan raut cemas di wajah.

"Duh, gimana, ya. Aku belum hapal, Kal. Tadi nggak sempat menghafal materi pengajian Aang. Malah lebih mementingkan muhafadzoh buat besok lusa," curhat Adieb terlihat cemas, seperti bukan dirinya. Sebab biasanya soal hafal menghafal Adieb memang jagonya. Tapi entah untuk pengajian Maghrib kali ini. Lelaki yang dijuluki si mulut ceramah itu berjalan setengah berlari, diikuti Azkal di belakangnya yang terlihat santai.

"Ya, santuy aja kali, Dieb. Jangankan kamu yang otaknya encer. Lha, aku boro-boro. Hihi. Lagian untung-untungan kali orang yang bakal Aang tunjuk. Semoga aja bukan kita dah, berdoa aja atuh. Hehe," tukas Azkal mencoba menenangkan. Sudah menjadi wataknya mungkin, selalu saja lelaki bermata hazel itu bersikap tenang. Meskipun dirinya belum hafal betul, seakan-akan ia sudah tahu akan bagaimana episode nanti dan ujung-ujungnya ia akan dihukum. Atau mungkin ia sudah pasrah lahir batin. Jadi kesannya terdengar seperti masa bodoh.

"Aku nggak bisa santuy orangnya kalo soal beginian."

"Makanya punya kepribadian tuh yang banyak, Dieb. Biar bisa memposisikan diri kita sesuai situasi dan kondisi."

"Ah, repot. Pokoknya aku harus cepat-cepat ngafalin, Kal. Masih ada waktu beberapa menit sebelum Aang tiba," keukeuh Adieb seraya hendak berjalan lebih dulu. "Ayo cepetan jalannya, ih."

"Aku mah santuy aja, ah. Haha." Azkal tertawa.

"Lha, kena takjir Aang baru nyakho kamu."

"Nggak papa. Biar Aang jadi kenal aku. Yuhu." Azkal nyengir kuda. Ia malah masih saja berjalan santai dengan kedua kitab berada di pelukannya.

"Ya udahlah, aku duluan. Sue kamu mah." Adieb segera berlari meninggalkan temannya itu, yang memang selalu pasrah soal beginian.

Sebenarnya pengajian di tingkat tiga kali ini cukup serius. Kunci-kunci dalam memahami kitab-kitab klasik karya ulama salaf mulai dipelajari secara intensif. Ilmu nahwu dan shorof menjadi acuan pengajian paling utama. Apalagi kedua fan ilmu tersebut dikaji langsung oleh pakarnya. Ustad Halim yang merupakan ustad lawas sekaligus dewan pembimbing pondok mengajarkan ilmu nahwu. Kitab yang dikaji berupa kitab Takhriran dan I'roban Aj-jurumiyyah. Sementara ilmu shorofnya dipelajari langsung oleh Ang Anwar, melalui rangkuman kitabnya berjudul Amsilati Tasrifiyyah, yang diisi selepas solat magrib.

Maka tatkala waktu-waktu sebelum Ang Anwar tiba, para santri tingkat tiga itu sudah duduk rapih sesuai posisi duduknya masing-masing. Mereka memanfaatkan waktu dengan menghafalkan materi pengajian sebelumnya maupun yang akan dikaji. Sebab di setiap sesi Ang Anwar akan selalu menunjuk santrinya untuk mengulang hafalan. Kalau tidak hafal, ya, takjirannya disuruh berdiri sampai bubar pengajian. Sebenarnya bukan tidak kuat berdiri bermenit-menit lamanya, akan tetapi ada yang lebih penting dari itu. Ialah rasa malu ketika tidak hafal, karena ditakjir langsung oleh Al-Mukarram.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kyai muda berwajah teduh itu berjalan pelan dengan kedua tangan berada di belakang. Baru memasuki teras Komplek Mekkah yang merupakan tempat pengajian tingkat tiga, sudah tercium aura kewibawaan lelaki berjanggut tipis itu.

Para santri diam. Duduk sila, dengan punggung tegak serta menunduk dalam. Ketika Ang Anwar sudah duduk di kursi yang tersedia, mempersilahkan para santrinya membaca niat belajar bersama-sama. Gemuruh suara-suara penuh keseriusan terdengar menggema.

Pengajian dimulai amat kondusif. Meski diawal-awal pembawaannya tegang, nampaknya Ang Anwar memiliki cara jitu dalam membangun suasana pembelajaran. Terbukti guyonan-guyonan receh sering keluar hingga para santri tertawa-tawa. Materi yang disampaikan pun cukup enak, mudah dipahami sehingga tidak ada seorang pun yang terkantuk-kantuk saking jenuhnya, apalagi tertidur. Tidak ada sama sekali.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang