Bab 26 Menyebalkan

215 37 6
                                    

Baru beberapa langkah Azkal berjalan, seketika seperti ada yang menepuk punggungnya cukup keras dan sebuah lengan tampak menggamit lehernya. Azkal agak terkejut.

"Hei! Azkal. Gimana kabar?" tanya Azman tersenyum.

Azkal berhenti melangkah. Ia menghela napas berat. Raut wajahnya berubah menjadi dingin, setelah tahu siapa sosok yang merangkulnya itu. Ya, lelaki yang selama ini selalu mengganggunya tiap kali berpapasan.

"Apa?" tanya Azkal dingin.

"Yah, jangan sengit gitu dong. Aku kan datang baik-baik," jawab Azman masih tampak tersenyum tenang.

Seketika Raihan, teman sekomplotannya Azman datang. Juga ikut merangkul Azkal.

"Iya, nggak biasanya loh," sambung Raihan.

Azkal risih. Ia mulai curiga dengan kedua teman setingkatannya ini, yang selama ini selalu menjadi sosok pengganggu. Betapa tidak, kedua lelaki itu pasti akan memanggilnya dengan beberapa sebutan seperti ini; hai bule, hai cowok blasteran, hai si mata hazel.

Atau dengan sebuah pertanyaan tak berfaedah semacam; kamu blasteran mana sih?, Eh, keturunan kamu orang barat, ya? kamu kok mirip bule sih, tapi bule bagian mana,ya? Dan berbagai kalimat-kalimat pengganggu lainnya. Yang menurutnya keterlaluan. Keponya berlebihan. Sebab, teman-teman Azkal yang lain tidak ada yang seperti mereka. Dan mereka seperti paham terhadap sikap Azkal yang akan selalu acuh tak acuh setiap kali disinggung asal asul iris mata hazelnya. Juga gurat-gurat wajahnya yang seperti ada sedikit sentuhan wajah orang Eropa.

Azkal berusaha melepaskan kedua lengan temannya. Lantas menghadap tepat di depan Azman dan Raihan. Ia berkacak pinggang.

"Apa sih mau kalian? Ngeledek aku lagi? Selama ini belum puas?" tanya Azkal dingin. Lalu tersenyum sinis, "ah, apa kalian masih kepo sama jawabanku? Tentang privasiku, kenapa aku mirip orang Eropa. Gitu?"

Ditanya begitu. Azman dan Raihan malah tertawa lepas. Hal ini membuat Azkal semakin merasa risih.

Azman menepuk pundak Azkal, "Hei, Bang, slow aja kali. Nggak usah ngegas, pake otot segala ngomongnya. Emang kita mau ngelakuin hal konyol itu lagi? Ah, udah basi tahu. Iya nggak, Han?" ungkap Azman semakin sok akrab.

"Iya lah. Kamunya sih ngacangin mulu," tambah Raihan masih tertawa kecil.

"Terus, mau ngapain? Cepetan! Aku buru-buru!" pinta Azkal tegas. Ia tak bisa berlama-lama meladeni orang semacam ini.

"Duh, kayak pejabat aja. Sok buru-buru," celetuk Azman.

"Eh, emang Azkal pejabat, Man. Kan dia ketua tingkatan kita. Gimana sih kamu?" sangkal Raihan.

"Oh, iya, ya. Sorry sorry."

Azkal menghela napas semakin berat, "Udah lah, aku pergi," kata Azkal seraya hendak bergegas pergi.

Namun cepat-cepat Azman menahannya, "Stop dulu dong. Kita cuma mau bilang, besok nggak bisa ikut pengajian asar. Ijinin ya," ujar Azman langsung keintinya.

Kening Azkal mengkerut, "Kenapa ijin ke aku?"

"Ya, kan kamu ketuanya, Kal. Yang suka ngabsen pengajian asar," jawab Raihan.

"Surat ijinnya mana?"

Azam nyengir, "hehe ... Belum ada. Nggak usah pakai surat ijinan segala kali. Sama temen deket juga."

Azkal mendesis sengit, "Ah, temen deket. Lo siapanya gue? Enak aja. Hei, denger, ya. Sekalipun kamu adik aku, sahabat aku. Peraturan, ya, peraturan, tetap harus aku pegang. Peraturannya kan kalau mau ijin, kudu pakai surat. Kalau nggak ada, ya, nggak mau tahu. Absen," jelas Azkal tersenyum sinis.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang