Bab 25 Pengajian Sorogan

293 43 9
                                    

Peristiwa horor yang diciptakan para pengurus berwajah sangar itu, tidak hanya terjadi sesaat sebelum sholat berjamaah dan dzikiran saja. Melainkan juga tatkala pengajian berlangsung, di tiap titik pengajian, kapanpun itu waktunya. Para pengurus keamanan selalu siap siaga mengontrol para santri selama pengajian berlangsung.

Kalau ada santri yang ribut, mengobrol atau mengantuk, apalagi tidur nyenyak. Tak segan-segan, satu sabetan rotan mereka layangkan keras-keras sampai si korban benar-benar terjaga, duduk tegak dan diam bak tengah berada di meja persidangan.

Pengajian isya di tingkat satu atau santri baru ialah pengajian sorogan kitab kuning Safinatun Najah karangan Ibnu mu'ti. Teknisnya Kang Ustad membacakan tiap kalimat dan santri-santrinya memperhatikan tulisan di kitabnya, sambil menyimak bacaan Ustadnya. Satu kalimat dibaca, para santri mengikuti. Satu makna dalam kalimat berbahasa Jawa dibaca, para santri mengikuti juga.

Kang Miftah mulai berbicara, "Fasluuun ...."

Sepuluh orang santri yang mengaji di Ustad Fahmi itu mengikuti bacaannya.

"Fasluuun ...."

"Utawi ikilah fashol ...."

Mereka menjawab serempak, "Utawi ikilah fashol ...."

Kang Miftah terus berbicara serius, sambil sesekali melirik pada kitab di pangkuannya serta ke arah santri-santri di depannya, yang tampak dudu banjar saling berhadapan.

"Furudhul wudu i ...."

"Furudhul wudu i ...."

"...."

"...."

Begitu seterusnya, sampai pembahasan satu fasal (bab) atau lebih Sang Ustad pimpin. Dan para santrinya mengikuti bacaan, sambil diingat-ingat serta sang ustad ulangi berkali-kali.

Sebuah teknis pengajaran yang manjadi ciri khas pondok salaf. Ya, biasa disebut pengajian sorogan dan ada satu lagi teknis pengajian namanya bandungan atau istilahnya ngaji kuping. Dimana para santri hanya mengandalkan kuping, menyimak baik-baik sambil memperhatikan tulisan di kitabnya.

Di Pondok Kebon Bambu sendiri, kalau pengajian bandungan biasanya dilakukan setiap malam Sabtu dengan kitab yang dikaji ialah Tafsir Munir dan Atsmarul Iman, serta pengajian khusus pengurus setiap bakda sholat dzuhur dengan kitab Ihya Ulumuddin pembahasannya. Kedua pengajian bandungan itu dipimpin langsung oleh Kyai muda, Ang Anwar.

Usai Kang Miftah memimpin bacaan para santrinya. Kesepuluh santri itu diminta menderes materi barusan sampai benar-benar dirasa hafal. Jika sudah siap tinggal di setorkan pada Kang Miftah. Selepas itu kembali duduk di tempat semula dan menulis makna yang tadi sudah disetorkan.

Malam ini Azkal lebih dulu menjadi santri pertama yang menyetor makna kitab. Ia memang memiliki otak lumayan, di atas rata-rata. Tapi kalau sedang berada di zona malas atau saat diminta menghafal penuh kitab berisi tulisan arab semua, otaknya jadi serasa membeku tak bekerja. Kini, ia beruntung tengah berada di zona nyaman, beberapa kali diulang saja sudah nempel.

"Serius, kamu udah hafal, Kal?" tanya Felix, teman ngaji sesorogan. Ia duduk di samping Azkal.

"Udah dong, hehe ... gue ...," jawab Azkal nyegir sambil memperbaiki posisi duduknya. Ia baru saja selesai sorogan.

"Heum, pasti BL (Belum Lancar) kan?" tebak Nizam sinis. Ia memang tipe orang yang tak suka kalau ada teman yang lebih baik darinya.

"Yeh, sok tahu kamu, Zam. Aku lulus kok," elak Azkal tak terima sambil memeletkan lidahnya, berusaha meledek.

Malaikat Bermata Hazel (complete)Where stories live. Discover now