7. BRISYLEA SARASLITA

7.6K 425 28
                                    

REINA mendudukan diri di bangku miliknya, matanya menyusuri setiap sudut kelas yang masih terbilang sepi. Hanya ada beberapa orang yang baru datang, mungkin karena masih pagi dan jam baru menunjukan pukul 06.15 Wib.

Reina sengaja datang lebih awal karena tadi harus menyelesaikan proposal terlebih dulu di ruang osis agar di serahkan kepada para donatur untuk acara pensi bulan depan nanti.

Pembina osis telah mempercayakan kemajuan organisasi ini kepadanya, jadi Reina harus benar-benar bertanggung jawab atas kinerja sekolah dengan jabatannya sebagai ketua osis.

Sambil menunggu Salfa datang, Reina mengambil buku yang cukup tebal dari dalam tasnya, meletakan di atas meja kemudian mulai membacanya.

Brak!

"Serius amat bu kek lagi pengajian." Reina terperanjat saat gebrakan meja berbarengan dengan celetukan seseorang terdengar ke indra pendengarannya.

Reina melirik sekilas dari ekor mata lalu fokus kembali dengan bacaannya membuat orang itu mendengus.

Duakh!

Bruk!

Suara bangku di geser dan tas yang di letakan secara kasar di atas meja lantas membuat Reina mengalihkan pandangannya. "Berisik deh, bisa nggak santai dikit? Ini masih pagi, Sal."

"Lo nyebelin! Gue datang bukannya di sapa, malah di anggurin." Salfa menyuarakan kekesalannya, ikut duduk di samping Reina sambil menekuk wajahnya.

Reina tak menanggapi, membuat Salfa semakin kesal. "Baca apasih?"

"Buku."

Salfa memutar bola mata malas. "Gue juga tahu itu buku, maksudnya buku apa? Tebal banget mirip kumisnya si Otong."

"Panduan, strategi, dan cara beroperasi perusahaan." Reina memberitahu tema bukunya.

"Busettt, keren tuh. Dapat dari mana?" Salfa berseru antusias, mengintip isi buku yang Reina baca.

"Rekomendasi Papa."

Salfa berdecak kagum, ia tahu betul siapa Papa Reina. Beliau pasti sedang mengajari sedikit demi sedikit Reina tentang tetek bengek dari perusahaan, agar nanti ketika Reina sudah cukup usia perusahaannya akan di limpahkan ke putri tunggalnya itu.

"Gue masih bingung deh sama lo."

Reina menaikan sebelah alisnya.

"Lo kan pintar, bisa semua pelajaran, aktif, dan sekarang ketua osis lagi. Kenapa milih jurusan ips? Kenapa nggak ipa aja? Lo lebih cocok jadi anak ipa yang serius."

Reina memutuskan menutup bukunya, kalau sudah begini tidak akan bisa fokus, Salfa terus saja berceloteh.

"Ravega bukan anak serius, kerjaannya bikin ulah mulu tapi masuk ipa."

"Beda cerita lah kalau mereka."

"Kalau gue masuk ipa, lo nggak ada teman disini."

Salfa mengibaskan rambutnya. "Siapa bilang? Banyak tuh teman gue, ada si Ismah, si Ratih, si Halimah, si Fadillah, si--"

"Yang paling penting lo minta tugas gue buat di salin, right? Pakai muter-muter segala, lo nggak paham konteks to the point?"

Salfa nyengir, menabok pelan bahu Reina. "Hehe.. Tahu aja si sayang, kan basa-basi dulu, Reii.."

"Cih! Ni buru salin." Reina menyodorkan buku bersampul cokelat pada Salfa, "kerjain di bangku lain sana, gue mau lanjut baca lagi."

"Ashiappp bu ketua!"


*****

"Ketua Ravega ribut woy!"

JUST REYGAN [COMPLETED]Where stories live. Discover now