41. MENERIMA DENGAN IKHLAS

4.2K 314 149
                                    

PINTU RUANGAN terbuka, mengalihkan atensi mereka yang langsung memusatkan perhatian pada Rizal yang berdiri di ambang pintu dengan raut muka sulit di artikan. Tapi ada satu yang dapat mereka tangkap, setitik air di pelupuk mata Dokter muda tersebut.

"Kak.." lirih Rizal serak, kepalanya menunduk tidak berani menatap sang kakak, Rindu.

Sontak saja panggilan itu mengintrupsi Rindu yang tengah di dekap suaminya menghampiri Rizal dengan langkah gontai. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin, matanya bengkak parah namun air mata tidak kunjung surut, masih setia berseluncur di pipinya atas keadaan sang putra.

Dada Rindu bergemuruh hebat, tenggorokannya tercekat. Apa yang ingin Rizal katakan? Kenapa perasaannya tiba-tiba tidak enak?

"Zal, jangan nunduk, ini kakak udah di depan kamu, ada apa?" tanya Rindu pelan, mengambil kedua tangan adeknya dengan bibir tersenyum getir.

Rizal diam, belum mengucapkan sepatah kata pun. Sumpah demi apapun tidak berani mengatakan ini pada Rindu yang notabennya sangat menyayangi putra bungsunya.

Bagaimana jika Rindu tahu? Bagaimana jika Rindu tahu bahwa Baby boy'nya memilih pergi meninggalkannya? Rindu pasti mengamuk, atau yang sama sekali tidak ingin Rizal harapkan adalah kakaknya akan terpuruk karena keadaan yang mengharuskan ia merelakan.

Ya Tuhan.. Jika ini memang takdirmu, jika hari ini kami harus mengembalikan Rey padamu, tolong kuatkan kakakku, beri dia kesabaran untuk ikhlas menerimanya. batin Rizal meminta.

"Zal! Ngomong dong, jangan diam aja! Kamu malah buat kami semua panik." Rizal mendongak, saat Bundanya__Dira bersuara.

Tersenyum pahit, menggenggam balik kedua tangan Rindu, menatapnya seolah menyiratkan kekuatan adalah hal yang Rizal lakukan sekarang.

"Kak Rindu, semuanya..." Rizal menatap satu persatu orang-orang yang ada di sini. Mulai dari Cio, Chila, Riko, kedua orangtuanya, orangtua Cio berikut juga anggota Ravega, Lea dan Reina secara bergantian.

"Maafkan Rizal, maafkan Rizal karena nggak becus jadi Dokter." perasaan takut semakin menggerogoti perasaan Rindu, apa maksud Rizal berbicara demikian?

"Hey, hey. Maksud kamu apa? Maksud kamu apa bicara begitu, Zal?" suara Rindu panik, tangannya berpindah mengusap-usap kedua lengan adeknya.

"Kamu itu Dokter terhebat yang pernah kakak temui. Jangan bertele-tele begini, sebenarnya ada apa? Rey kenapa? Baby boy baik-baik aja kan? Putra Kakak selamatkan kan?"

Rizal menunduk semakin dalam, hatinya tergores melihat Rindu, Rizal tidak sanggup menatapnya.

"Zal.. Katakan, jawab pertanyaan kakakmu." kini Cio yang sedari tadi diam ikut membuka suara.

Rizal menghembuskan napas berat, memejamkan matanya. "Kakak yang kuat, semua sudah di atur sedemikian rupa oleh Tuhan, sabar dan ikhlas ya, kak? Tuhan tahu apa yang terbaik buat hambanya."

"To the point, om! Jangan kayak gini!" bentakan Riko yang sudah geram karena Rizal terus berbelit-belit menggema, membuat suasana semakin tegang. Reina sendiri ikut duduk di samping Lea karena  kakinya terasa lemas.

"Rey--Rey udah nggak ada, Rey--maafkan Rizal kak, Rizal-"

     Buk!

"Astaga, Iko!" Ferry menahan Riko yang tiba-tiba menonjok Rizal. Matanya menajam, mukanya merah padam meyiratkan amarah yang berkobar di sana.

"JANGAN KATAKAN ADEK GUE SEPERTI ITU! DIA MASIH HIDUP! LO NGOMONG APA SIH?! JANGAN NGADA-NGADA!!" napas Riko memburu, sangat tidak terima Rizal mengatakan demikian. Rey adeknya itu kuat, tidak mungkin menyerah begitu saja.

JUST REYGAN [COMPLETED]Where stories live. Discover now