43. TERKABULNYA DOA YANG DI LANGITKAN

4.5K 359 298
                                    

RUANG HANGAT yang Rindu kira akan berkepanjangan ternyata berhenti hari ini, kasih sayang untuk membersamai putra bungsu nya menjemput takdirnya ternyata berupa kematian. Rey sudah tiba di penjemputan terakhir, di rumah sakit yang menyaksikan napasnya perlahan terhenti dengan begitu damai, di rumah sakit pula, jiwa Rindu tergerus habis oleh pesakitan. Rindu kehilangan arah, tidak tahu apa yang akan ia lakukan setelah ini untuk melanjutkan hidup tanpa kehadiran salah satu buah cinta nya.

"Aku disini, aku selalu disini. Papa nggak akan pernah melepas Bunda, kita kuat bersama ya, Bun?" bisik Cio menguatkan, dan untuk pertama kalinya menggunakan panggilan yang biasa anak-anak mereka pakai untuk diri sendiri.

Rindu bergeming, tatapannya kosong, mata nya sembab parah dengan wajah pucat. Meskipun begitu, sekuat hati mengumpulkan tenaga untuk berjalan menuju ruang utama mansion keluarga Harlley di bantu Cio di sampingnya.

"Yang kuat ya bu Rindu.." kalimat itu samar terdengar, Rindu seakan di tercekik perih yang membuatnya tidak bisa menggapai fokusnya sama sekali.

Napas Rindu tercekat, seluruh tubuhnya semakin lemas saat dirinya sudah berada di sebelah Rey yang terbujur kaku.

"Silahkan di cium putra nya, bu. Kain kafannya mau di tutup. Air mata nya jangan sampai menetes ya.." salah seorang memberitahu dengan lembut.

Hati Rindu tercabik, ia tidak sanggup. Kenapa semua ini terasa begitu nyata? Padahal Rindu yakin bahwa ia sedang bermimpi.

"Bukan, bukan anakku. Rey lagi main sama Dimas, sama teman-temannya."

"Ibu harus tabah ya bu, ayok bantu ringankan langkah anak ibu untuk bertemu Tuhannya, ibu kuat.."

Rindu menggeleng. Ya Tuhan.. Anakku, jangan di ambil..

"Sayang!" Cio menangkap Rindu yang meluruh ke lantai__kembali pingsan, sudah kesekian kali semenjak Rey di nyatakan meninggal dunia. Cio menangis, semua orang disana menangis, termasuk Reina yang berada di dekapan sang Mama.

*****

Yang tidak Cio sangka adalah, hari ini ia berdiri di dalam liang lahat untuk menguburkan jasad putranya, mengembalikan Rey kepada Tuhan dengan kesedihan setelah tujuh belas tahun lalu menerimanya dengan kegembiraan.

Tangan Cio bergetar hebat saat menerima tubuh Rey yang terbungkus kain kafan, hatinya semakin sakit. Dulu, di gendongannya ini adalah bayi kecil yang menangis meminta susu, yang akan berhenti ketika Cio sudah menimang-nimangnya.

Papa bukan nggak ikhlas mengembalikan kamu pada Tuhan, nak. Papa cuma sedih, kenapa waktu Papa membersamai tumbuh kembang kamu cuma sampai di tujuh belas tahun ini?

"Allahu akbar.. All-Allahu akbar.."

"Allahu akbar.. Allahu ak-bar..

"As-asyhadu al--la ilaha ill--allah.."

"Asyhadu al-la ilaha illallah.." adzan Cio bergema di lubang sempit ini, suaranya terputus-putus oleh isak tangis, menyakitkan sekali.

Tidak ada satu pun Papa di dunia ini, yang sanggup mengumandangkan adzan kedua kalinya untuk anaknya sebagai persembahan terakhir melepas kepergian selamanya.

"Ya Tuhan, aku kembalikan titipanmu dengan perasaan sedih yang tidak bisa aku tutupi. Tolong kasihi anakku, maafkan segala salahnya, tempatkan dia di ruang paling bahagia yang engkau miliki. Selamat jalan sayang nya Papa, tunggu Papa dan Bunda di sudut terindah surga ya, nak.."

JUST REYGAN [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora