13

126 19 0
                                    

"Lo pulang sama siapa? Mau dianter nggak?" Jaehyun berdiri di depan gue dengan motornya.

"Gue gimana njing?" Haechan misuh-misuh di jok belakang. Dia hari ini ngikut Jaehyun karena Renjun sibuk dengan urusan Osisnya.

"Enggak. Nanti ada yang jemput."

"Anjir lah, sodara gue beneran jadi orang kaya."

Jaehyun menyuruh Haechan turun. Lalu menempatkan dirinya duduk di sebelah kanan, sementara Haechan di sebalah kiri.

"Kita nunggu sampe lo di jemput." Begitu kira-kira alasan mereka ikutan duduk di halte depan sekolah.

"Tadi pagi lo dianter?" Jaehyun itu sebenarnya orangnya selow, kalo ngomong lembut gitu sambil memperlihatkan dimple-nya.

Cuman kalo udah sama Haechan, matanya jadi suka melotot dan merah. Bahkan mulutnya itu suka mengeluarkan kata-kata tak pantas.

Gue mengangguk, mengayunkan kaki random menghilangkan rasa bosan. "Pake mobil." Celetuk gue sambil melirik Haechan.

"Pamer?" Cowok itu sadar langsung balas melirik.

Pagi tadi, Taeyong yang anter. Kaget ya? Sama. Nggak nyangka juga. Perasaan semalem nggak ada wujudnya. Walaupun wajahnya masih sama judesnya.

Bahkan di mobil itu, gue cuman ngeliat jalanan. Nggak berniat melirik sama sekali, takut. Dia juga diem aja. Cuman ada sebuah kalimat sebelum gue sepenuhnya keluar mobil waktu udah sampe sekolah. "Nanti pulangnya saya jemput."

"Lo udah berenti ikut komunitas dance?"

Haechan memulai pembicaraan yang cukup serius. Gue menanggapi dengan gelengan, "masih kok, cuti dulu. Sibuk soalnya."

"Cih, songong banget. Sibuk apa sih?"

"Sibuk menyesuaikan diri dengan kemewahan dunia."

"Istighfar ya. Kekayaan nggak bakal bisa buat nyogok malaikat maut."

Akhir-akhir ini, Jaehyun selalu mengeluarkan kalimat mutiara. Mungkin dia udah tobat, beda banget sama Haechan yang isinya ucapan laknat semua.

"Eh Chan, itu Deya bukan sih?" Jaehyun menunjuk seorang cewek dengan lirikan matanya.

Gue ikut melihat ke arahnya. Cewek cantik yang mengendarai motor scoopy keluar dari area sekolah. "Itu temen satu komunitas gue."

Haechan menoleh, menatap gue entah apa artinya.

"Kok lo berdua kenal?"

"Tadi tabrakan dramatis sama Haechan." Jawab Jaehyun spontan.

Gue mengernyit.

"Pas di belokan koridor deket lab itu tuh, Deya sama Haechan tabrakan, kertas yang di tangan Deya berhamburan kayak salju, sementara kedua manusianya tatap-tatapan najis gitu."

"Lebay banget sih lo kalo cerita. Boong. Gue sama Deya cuman tabrakan biasa."

Jaehyun berdecak, "alah, monyet banget Ya. Asal lo tau, mereka tadi ngambil kertas yang sama gitu terus jarinya nggak sengaja nyentuh tangan Deya, tatap-tatapan najis lagi. Ih, gue ingetnya malah pengen muntah."

Haechan melotot, "diem nggak!"

"Terus Ya, Haechan tadi ngomong maaf nya sok lembut-"

"Bangsat!" Haechan menabok kepala Jaehyun.

Ah iya, semalem gue nggak liat mereka. Gue ketawa, seneng aja liatnya. Mungkin gue kangen liat kebersamaan kayak gini, sayang banget kali ini kurang Renjun.

Kekayaan itu nggak gue butuhin. Cuman saat-saat ngumpul bareng mereka yang bisa bikin gue bahagia. Tersenyum lepas buat gue bisa melupakan sejenak kepahitan kehilangan orang berharga dalam hidup.

[not] CinderellaWhere stories live. Discover now