46

117 20 1
                                    

Seminggu pula gue nggak masuk sekolah. Entah gimana Renjun mengatasi. Taeyong, mamah atau papah nggak ada hubungin gue. Gue jadi curiga, jangan-jangan gue udah diusir.

Ini juga, Jeno repot-repot dateng bawa martabak. Padahal mah nggak usah juga nggak papa, tapi kalo dikasih ya Haechan sih seneng.

"Lo beneran nggak papa?"

"Iya Jeno, gue nggak papa. Kok lo kesini sih?"

"Nggak boleh?"

Salah ngomong nih gue. "Yaaa, eum- itu. Nggak gitu..."

"Hahahaha... iya, santai aja kali. Gue kesini ada urusan sama Jaehyun. Sekalian aja mampir."

"Belum ketemu ya?"

Karena dia tadi chat ke rumah Jaehyun tapi nggak ada orang. Gue bawa aja ke rumah Renjun. Hahahaha

Tiga bersaudara itu lagi di mushola karena mereka vokalis hadroh, suaranya merdu-merdu banget. Makannya hadroh komplek gue ini terkenal.

"Paling bentar lagi Jen. Duduk aja dulu."

Gue beranjak mau ngambilin tamu minum. Karena udah belajar banyak dari Renjun, sore gini gue bikinnya es jeruk. Apalagi Jeno tuh kan masih muda, masa iya gue ngasihnya cuman teh anget kayak tamunya Tante Arum sama Om Galih.

"Repot-repot segala. Dikasih air putih aja gue udah makasih."

"Nggak lah Jen. Lo bawa martabak masa gue ngasihnya air putih."

"Eh, lo itu kakinya bukan karena gue kan?"

Aneh emang, apa nyambungnya kepala sama kaki?

"Bukan lah Jen. Lo aneh banget."

Gue gelisah setengah mati, daritadi Jaehyun nggak balik-balik. Kayaknya emang harus gue susulin. Nggak nyaman juga Jeno udah di rumah ini hampir lima belas menit masa gue tetep bodo amat.

Jeno mah nggak maksa dipanggilin, dia bahkan nolak bilang nggak papa, tapi gue sadar diri dong. Niatnya kan mau ketemu Jaehyun, kenapa jadi gue yang ngeladeni? Nggak ada urusan sama gue juga.

Baru keluar rumah, Jaehyun udah memunculkan diri. Untung aja, jadi gue nggak usah repot-repot.

"Renjun sama Haechan mana?"

"Katanya maghriban sekalian."

Gue manggut-manggut, ngikutin dia masuk rumah dengan Jeno yang udah berdiri menyambut.

"Gimana Jen?"

"Anu, kita mau ikut kompetisi basket. Terus tim basket maunya minta dilatih sama lo. Lo masih belum sibuk banget kan?"

Jaehyun manggut-manggut, "belum. Kayaknya sih bisa."

Eh, gue bukan siapa-siapa. Kenapa malah ikutan duduk? Anjir lah. Nggak sadar diri banget.

"Kemana Ya?"

"Itu- ke kamar, lo sama Jaehyun ngobrol aja."

"Nggak kok, cuman mau bahas itu. Duduk aja nggak papa."

Anjir, nungguin segitu lamanya tapi ngobrolin urusan nggak sampe lima menit. Gila emang, kasian Jeno. Tapi setau gue, Jeno emang ketua tim basket, jadi mungkin dia emang harus bener-bener tanggung jawab ngobrolin face to face sama Jaehyun. Biar pasti.

"Kepalanya udah nggak papa?"

Tanya Jeno random, gue mengangguk. "Nggak papa kok Jen. Udah lama juga."

"Kepala lo kenapa Ya?" Kali ini Jaehyun yang tanya.

"Kena bola."

"Bola apa?" Jaehyun menaikkan sebelah alisnya.

Dia ngotak nggak sih? Udah tau Jeno kapten basket, masa iya gue kena bola bekel?

"Bola basket lah."

"Ooh, gue kira bola itu-"

"Bola apa?" Tanya gue penasaran.

"Bolanya Jeno."

"Punya sekolah kan Jen? Emang lo bawa bola basket sendiri?"

Jaehyun senyum-senyum hampir ketawa, menepuk kepala gue. "Udah nggak usah dibahas lagi."

Sementara Jeno udah cekikikan. Apasih salah gue? Ya emang Jaehyun pikir Jeno mainnya bola apaan?

[not] CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang