51

105 18 0
                                    

"Nih, uangnya. Baru punya segini doang."

Gue menyodorkan uang ratusan, puluhan warna biru dan hijau. Iya, gue ngasih semuanya, sampe receh pun tadinya mau gue kasih tapi nggak jadi mengingat uang jajan gue yang udah nggak bersisa.

Gue putuskan buat bayar jaket denim itu dengan uang yang udah gue kumpulkan meski sama aja bohong, semua uang yang gue punya sumbernya dari keluarga Lienata.

"Buat apa?"

"Itu sih, jaketnya Jaehyun yang kemarin."

"Ooh-"

Gue menghitung ulang uang yang nggak kunjung diambil sejak gue sodorin. Takut duitnya ada yang keselip.

"Baru ada sembilan ratus. Sisanya besok ya-"

"Eh!" gue memekik, teringat sebuah ide cemerlang. "Gimana kalo uang jajan saya aja yang di potong?"

Dia masih diam. Sibuk nyetir. Padahal mah bukan mulutnya yang pegang kemudi. "Taeyong!"

Dan pancingan gue berhasil. Dia menengok meski dibonusi tatapan galak. "Kamu- nggak sopan ya!"

Gue menunduk, kayaknya emang salah. Masa baru di pelototin aja udah takut. Dasar aku, lemah!

"Maaf."

Dengan baiknya dia kemarin, gue pikir kita udah makin akrab, atau paling enggak dia mungkin udah berusaha membuka diri nerima gue, tapi tetep aja selalu ada batas yang nggak terlihat.

Mungkin karena bukan satu darah juga bukan satu keturunan, atu bahkan karena status sosial sebelumnya.

"Kamu udah beli kuenya?"

"Oh iya. Bilang Renjun sama Haechan aja deh yang suruh iuran."

"Uangnya simpen aja buat beli kue."

"Tapi- uang jaketnya gimana?"

"Nanti. Kalo butuh baru saya tagih. Kamu harus siap-siap."

Gue tersenyum, mengangguk tanda mengerti. Artinya gue harus nabung dulu. Hemat dong ya, nanti kalo hutangnya udah lunas baru deh foya-foya. Enggak ding. Astaghfirullah.

"Kok mau sih nyariin jaket buat Jaehyun?"

"Ya mau. Kan itu Jaehyun."

Wah~ jangan-jangan ada sesuatu. Atau yang dibilang Mark itu bukan gosip. Taeyong gay? Karena Jaehyun ganteng? Kalo itu bukan Jaehyun-

"Misal Renjun yang ulang tahun?"

"Ya saya bantuin juga."

Dia naksir semua keluarga gue? Astaghfirullah! Nggak boleh dibiarin! Kalo beneran Taeyong belok, gue mah mending keluar dari keluarga Lienata. Atau jangan-jangan, alasan mamah mau angkat gue jadi anak karena anak cowoknya nggak normal?

"Ke-kenapa?"

"Sodara kamu sodara saya juga."

Hati gue berbunga-bunga seketika. Tanda-tanda bagus nih. Mulai ada lampu hijau buat dia nerima gue meskipun sulit memang menganggap orang burik jadi sodara.

"Nanti nggak usah jemput. Saya langsung pulang sama Renjun."

"Mau nginep?"

Tawaran bagus. Mata gue berbinar, menatap dia dari samping begitu mobil berhenti sampai di depan sekolah. Gue mengangguk semangat.

"Nggak boleh!"

Anjing! Terus tadi ngapain nanya Juki?

"Saya bilang apa ke mamah? Nanti dia nyariin anak kesayangannya."

"Yaudah saya pamit!"

Pagi-pagi udah drama aja!

[not] CinderellaWhere stories live. Discover now