58

97 18 0
                                    

Karena tadi kita nggak satu kendaraan, mobil putih Taeyong jadi ngikutin mobil yang berisi mamah sama papah.

Gue sih sebenernya pengen nginep aja di rumah Renjun, tapi nggak enak bilang ke papah sama mamah. Mau minta tolong Taeyong pun rasanya enggan.

Pukul sembilan malem, mamah memutuskan kembali ke rumah. Tapi dijalan beliau mampir ke sebuah rumah makan gulai dan sate kambing. Dan gue hampir aja nggak bisa nahan muntahan.

Bukannya alergi, gue cuman nggak suka sama daging kambing, mulai dari mentahnya sampe dijadiin makanan. Tapi kalo kambing hidup mah nggak papa. Ini udah Nggak suka dari bayi. Dasar jiwa orang miskin, makan daging mahal malah alergi.

Mau minta pindah tempat, gue nggak enak dong. Jadilah, gue berakting mengusap-usap hidung biar baunya nggak menyengat banget walaupun percuma dan lebih ampuh tahan nafas. Tapi sampe kapan gue tahan nafas? Sampe mati?

Menyadari gue yang hampir menangis, mamah bertanya khawatir. "Kamu kenapa sayang?"

"Enggak mah."

Ayo, tahan. Jangan muntah, ini rumah makan, nggak enak sama pengunjung yang lain. Kepala gue udah mulai ngerasa keleyengan.

Mamah melebarkan mata, "aduh, mamah lupa. Aya nggak suka daging kambing ya. Gimana dong?"

Telat deh. TELAT.

Gue menunduk, bingung mau berekspresi gimana. Baunya juga makin memabukkan.

"Yaudah Taeyong. Kamu bawa Aya makan ke tempat lain ya."

"Tapi mah-"

"Kenapa?" Kali ini papah yang ambil suara.

"Kenapa nggak pindah bareng aja?"

Iya betul. Tapi gue udah mulai nggak sanggup menahan. Mau bersuara pun rasanya sulit.

"Mamah udah pesen. Tinggal makan kok, masa ditinggal. Uangnya sayang dong."

Gue baru tau kalo mamah juga bisa sayang-sayangan sama duit.

[not] CinderellaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon