62

104 16 1
                                    

Semalem, gue mendengar berita nggak mengenakkan hingga membuat hati ini merasa diiris. Lebay memang, tapi nggak terima aja rasanya ditipu sama orang habis-habisan.

Hingga pagi ini gue merasa lebih semangat ke sekolah, bersiap lebih awal dan maksa Taeyong mengantar saat pagi buta. Beberapa murid melewati gue nggak peduli, tapi beberapa juga ada yang bisik-bisik najis bikin gue malah semakin menambah wajah sangar.

Gue mau balas dendam!

Termasuk Jeno yang ternyata sekelas sama anak yang cari masalah sama gue. Cowok itu melirik sekilas dan berlalu seolah gue ini angin yang berhembus.

Yah, baik gue atau dia juga sudah menganggap nggak penting. Emang dia siapa?

Bodo amat. Masalahnya bukan dia, tapi cewek berjaket denim mirip punya Jaehyun yang ternyata diambil dari lapaknya Arin sebagai stok terakhir.

Tapi, bukan hal itu yang membuat gue naik darah. Gue mendekat, melipat tangan di depan dada persis cewek ular yang lagi ngelabrak cinderella. Nggak peduli lagi sama tatapan manusia yang satu persatu merubungi gue dan Deya.

"Maksud lo apa?"

Deya nggak terima dengan tatapan sinis gue, dia balik menatap garang. "Lo apa-apaan sih?"

"Lo yang apa-apaan!"

Ini nih, gue tuh kalo emosi nggak bisa nurunin suara. Jadilah, anak-anak makin banyak yang menonton.

"Nggak jelas banget deh." Katanya hampir berlalu kalo gue nggak mencengkram jaketnya yang nggak dikancing.

Anjing emang. Manusia nggak pernah sadar kalo nggak diingetin. "Lo ngambil posisi gue kan?"

Deya menoleh, "gue nggak ngambil. Gue dikasih."

"Halah monyet. Babi aja bisa ngibul apa lagi anjing." Gue sadar di tatap jadi cewek galak dan mungkin terlihat jahat.  But, i dont care.

"Sekolah dua belas tahun tapi ngomongnya kayak nggak pernah disekolahin."

Gue menatap dia tajam, nggak boleh kalah dong. Gue yang ngajak tubir masa dia yang menang. Harga diri gue dikemanain?

"Umur udah hampir dua puluh tapi nggak ngerti artinya adil. Nggak tau yang namanya berjuang. Taunya tinggal minta ke oramg tua, bahkan ngerebut posisi orang sekalipun."

"Bangsat! Gue bilang nggak ngerebut ya!"

"Maling nggak ada yang mau ngaku."

"Anjing!"

"Kalo semua maling pada ngaku, kandang babi penuh."

"Maju sini lo!"

Gue dengan senang hati menerima perintah Deya, tapi tangan Renjun menahan. Membuat gue menoleh protes.

"Takut kan lo?"

Wah, Deya ngajak ke penjara nih. Oke, gue ladenin. Gue melepas paksa cekalan Renjun. Berjalan mendekat. Baru aja niat, tapi udah keduluan Deya. Cewek itu meludah.

Nggak ngena ke gue, tapi ke Renjun. Well, cowok itu paling jijik sama yang namanya ludah. Muncratan ludah karena nggak sengaja batuk aja Renjun bisa over ngelapnya sambil misuh-misuh, apa kabar ludahan cair Deya di baju Osisnya?

Ini sih yang bakal jadi gorila Renjun, tapi Haechan datang. Menarik Renjun mundur, dia berdiri di depan Deya dan mengatakan hal yang bahkan bikin jantung gue jatoh merosot saking terkejutnya.

"Kita putus."

Ucapnya tenang, tapi bikin orang-orang syok.

[not] CinderellaWhere stories live. Discover now