41

110 19 0
                                    

Hampir sebulan, gue sama Taeyong musuhan. Entah mamah sama papah sadar atau enggak karena dari dulu gue sama Taeyong jarang ada pembicaraan berdua.

Makan malem dan sarapan selalu sibuk sendiri. Satu mobil pun nggak ada suara kecuali deru mesin.  Untung aja masih dikasih uang jajan.

Kok gue berasa lagi morortin keluarga Lienata ya selalu memprioritaskan duit jajan?

Hari ini, gue berniat mau ikut komunitas. Tapi gimana cara ngomongnya? Kalo gue bilang nggak usah di jemput, nanti di tuduh yang enggak-enggak lagi.

"Njun, gue dibolehin ikut komunitas kan?"

Renjun menggeleng kuat. "Ini kelas tiga ya. Lo kalo nggak lulus gimana? Mau jadi apa?"

Gue menatap Haechan di sebelah Ranjun dengan wajah memelas. Meminta pertolongan.

"Apa? Lo kan tau sendiri ucapan Renjun nggak bisa dibantah."

"Tapii-" Gue mendengus. Nggak ada yang peka sama gue.

"Gue bukannya gimana. Kali ini gue setuju sama Renjun. Walaupun gue nggak pinter, seenggaknya sodara gue bisa lulus dengan nilai memuaskan."

"Ayo dong. Plis. Gue mau ngelakuin hal yang gue suka aja. Njun, Chan, ini kesempatan gue buat ikut lomba. Gue kepilih buat wakilin komunitas. Ayo dong dukung gue."

"Nggak bisa. Udah kelas tiga." Tegas Renjun.

Okey, Plan A nggak berhasil, gue bakal lakuin Plan B. Walaupun harus ngadepin manusia kutub dan menyeramkan sekalipun.

Dari dulu, gue ditunjuk buat ikut salah satu projek komunitas, tapi Renjun selalu ngegagalin dengan berbagai alasan. Dan kali ini, gue dan beberapa orang membentuk tim yang ditetapkan sebagai salah satu perwakilan komunitas di ajang perlombaan dance cover.

Gue nggak bisa nyerah walaupun Renjun menentang, mungkin nggak akan ada kesempatan lain lagi selain ini. Jadi nggak boleh disia-siakan!

"Saya besok nggak usah di jemput nggak papa." Ucap gue was-was di kursi penumpang samping Taeyong.

"Mau ngapain? Ada acara?"

Maunya sih boong bilang udah ada les khusus kelas tiga dari sekolah. Tapi trauma sama kejadian dari pengalaman yang dulu.

"Iya acara pribadi."

"Saya nggak boleh tau?"

"Emang kamu peduli apa?"

"Bisa aja kejadian kayak kemarin. Kamu kan-"

Enggak bisa dibarin nih kalo begini. Pasti ujung-ujung nyindir. Anjing lah! Sabar Aya, istighfar. Nggak boleh marah, tapi motong omongan aja nggak papa.

"Udah deh! Saya nggak bakal bikin masalah kayak kemarin lagi. Saya minta maaf! Saya pasti jaga nama baik keluarga kamu kok!"

"Yaudah."

Gue menoleh. Segampang itu?

"Yaudah apa? Sa-saya dibolehin?"

"Kalo saya bilang nggak boleh. Kamu ngamuk-ngamuk. Yang penting jangan kayak kemarin. Saya benci itu!"

[not] CinderellaWhere stories live. Discover now