15

126 21 0
                                    

Semalem, Mamah sama Papah ngajak makan di luar. Maklum orang berduit. Nggak lupa juga sama anak laki-laki mereka yang udah berumur itu. Kita membicarakan kegiatan weekend family.

"Kamu mau ke pantai? Dufan? Atau puncak?"

Begitulah kira-kira penawaran dari mamah. Sementara gue iya-iya aja ngikut meskipun keberatan, Taeyong justru menunjukan wajah jemu. Dia keliatan nggak berminat. Matanya melirik gue nggak suka.

Seminggu ini gue udah terbiasa dengan wajah galaknya, tatapan tajam yang selalu gue hindari, dan tampang judesnya yang selalu gue lihat tiap hari. Untungnya, gue bisa menahan amarah dengan baik.

Nggak jauh beda juga dengan pagi ini. Keputusan yang diambil itu ke Dufan. Gue udah siap sejak sarapan, tapi saudara laki-laki gue itu malah nggak menunjukkan batang hidungnya sama sekali.

Mamah menyuruh gue untuk membangunkan, tapi lima belas menit gue gedor nggak ada tanda-tanda manusia hidup.

"Nggak ada sahutan mah. Kayaknya kecapean." Lapor gue kembali turun. Tapi mamah justru tertawa, "kecapean ngapain tuh anak?"

Gue mengekor saat mamah menaiki tangga dan berdiri tegap di depan kamar. "Taeyong!"

Puluhan kali mamah mengetuk. Sampai akhirnya hilang kesabaran dan mengambil kunci cadangan. Membuka paksa kamar yang terdengar sunyi dari luar.

Laki-laki itu mendongak. Terlihat malas-malasan meski mamahnya menaruh tangan dipinggang dengan ekspresi galak. Dasar bayi tua!

"Bangun! Kamu kan udah bilang 'iya' ikut pergi."

"Aku nggak bilang iya yah Ma. Aku nggak ikut." Dia bicara dengan wajah yang ditenggelamkan dalam bantal.

"Taeyong! Mamah pergi ke Melbourn nanti sore."

"Terserah."

"Taeyong!"

"Apalagi Mah. Udah. Pokoknya aku nggak mau."

《《《《《♡》》》》》

Entah dapet hidayah dari mana, jam depalan kurang Taeyong udah rapih buat pergi. Dia keluar dengan santainya menuju garasi, mengeluarkan mobil yang tadi di panaskan sopir.

"Kita jadinya ke Bandung. Kamu nggak papa?"

Gue mengangguk senyum. Pantesan tuh cowok mau aja diajak pergi, ternyata itu syaratnya.

Yang lebih mengejutkan lagi, kita ke Bandung pake pesawat. Well, gue sempet ternganga. Gimana enggak, naik kereta aja jarang apalagi pesawat. Dan kesempatan ini nggak gue lewatin buat bisa manas-manasin Haechan.

Kalo kata mamah, "weekend tuh kan macet banget. Nanti kita sampe sana malah udah capek di jalan. Jadi mending pake pesawat."

Begitu penjelasan beliau. Gue mah iya iya aja ngangguk. Cuman kalo dipikir, apa nggak sayang sama duit, liburan akhir pekan aja keluar duit sampe jutaan.

Sampe di tempat lokasi tujuan alias Trans Studio pukul sebelas siang. Papah langsung milih tempat makan. Itu tempat makan mahal, kenapa sih gue tuh nggak pernah berhenti terkejut sama gaya hidup orang kaya?

Sejauh ini, gue mengerti dan paham alasan Mamah dan Papah mati-matian ngajak liburan keluarga akhir pekan. Apalagi kalo bukan buat mendekatkan gue dengan Taeyong.

Mereka nyuruh buat nyobain wahana apa aja, bebas. Mamah minta naik Trans Racing Car. Dengan gue yang duduk di samping Taeyong dan Papah dengan Mamah.

Wajah Taeyong ogah-ogahan. Terlihat bosan nggak minat sama sekali. Apalagi waktu dia jalanin mobilnya, kita diem-dieman.

Jalannya juga pelan. Tapi kadang dibawa ngebut, dan sesekali dia nyeletuk. "Mobilnya kecil. Nggak asik." Dia nggak lagi ngajak ngomong, tapi lebih ngedumel.

Yang kayaknya exited disini itu mamah, dia sekarang nunjuk roller coaster, "Taeyong, kamu kan waktu itu pengen banget naik itu. Naik aja mumpung disini. Sama Aya."

Dia menggeleng kuat. "Aku mending nggak usah naik ya Mah."

Waktu mau ke wahana 'dunia lain', gue melihat tempat jual es krim di depan panggung Amphiteater, Baskin Robin's. Gue ngiler, pengen. Tapi gue nggak enak aja mintanya. Sejauh ini, gue masih menganggap numpang di rumah mereka.

Beberapa orang menoleh waktu gue dan keluarga dengan gampangnya masuk tanpa mengantri. Yaiyalah, kita pake VIP acces. Beberapa mencibir, tapi melihat style ketiga orang di sekitar gue, mereka cuman komen, "wah, orang kaya nih."

"Enak banget nggak usah ngantri."

"Anjir! Dunia emang hanya adil untuk orang berduit."

Gue nunduk aja terus, nggak percaya diri berdiri diantara mereka. Wajah gue pasti keliatan buriknya.

Mamah dengan semangat foto sebelum masuk lebih dalam. Betul, kita tadi foto sekeluarga sebelum Mamah mendorong gue buat foto lagi berdua dengan Taeyong.

Wajar sih, dimana-mana seorang ibu pasti pengen anak-anaknya akur. Dan dikereta, lagi-lagi gue didekatkan dengan Taeyong sedangkan mamah dan papah duduk dibelakang kita.

Gue paling parno sama yang namanya hantu. Tapi tadi gue nggak berani nolak. Rasanya nggak tau diri aja kalo udah diajak terus dibayarin malah nggak nurut.

Gue menahan suara teriakan dengan baik meski jantung ini rasanya udah geser ke paru-paru. Bulu kuduk yang bahkan udah meremang saat lampu bergoyang dan desain ruangan yang terkesan kumuh dan tua.

Kursi yang bergoyang sendiri, lampu yang nyala mati dan pintu yang terbuka menutup sendiri sering membuat gue kaget. Dan lagi, gue menahan suara dengan memejamkan mata dan menggigit bibir. Pengennya angkat tangan aja sih, nyerah.

Suara Mamah yang berteriak sering gue dengar. Kereta melambat mendekati ambulan yang keliatan aura mistisnya, sangat dekat. Lalu pintu ambulans membuka menutup dengan otomatis. Suara pintu besi yang tua makin memilukan telinga.

Dengan kebegoan gue malah sengaja menengok ke dalam ambulans, ada keranda kosong yang bergerak perlahan membuat gue nggak bisa lagi menahan teriakan dan sedikit terisak. Tangan gue aja udah bergetar.

Taeyong nggak bersuara sama sekali, dengan santainya malah memainkan HP dipangkuan. Keliatan nggak peduli. Tapi begitu dia mendongak dan mendapati mahluk wajah serem yang biasa melompat di kuburan itu di layar 4x3 meter, tiba-tiba cowok itu berteriak. "Anjing!"

Gue menahan tawa, sejauh ini dia cukup buat menghibur. Sementara mamah memukul pundaknya, "kamu kalo ngomong dijaga!"

Mamah masih sedikit terisak saat keluar dari wahana itu. Papah beberapa kali menepuk pundak menenangkan.

"Kok lebih serem ya pah?"

"Emang mamah pernah kesini sebelumnya?"

"Enggak pernah."

Gue membuang nafas berkali-kali, menghilangkan rasa takut dan menetralkan perasaan. Tiba-tiba mamah nengok, melihat gue bingung.

"Taeyong mana?"

[not] CinderellaWhere stories live. Discover now