38

102 17 0
                                    

Gue terkesiap waktu sore pulang sekolah Mamah nelfon. Untung gue nggak lagi ngumpul yang pastinya bakal rame.

"Sayang, mamah kangen." Ucap beliau setelah gue menerima panggilan.

"Aku juga kangen mamah."

Emang, dari empat hari yang lalu sejak berangkat beliau cuman ngirim pesan dengan pertanyaan yang hampir sama setiap saat. 'Taeyong lagi ngapain? Sama Taeyong kan?'

Gue lebih terkejut waktu mamah mengalihkan panggilan suara jadi panggilan video. Anjir! Woi, ini gimana? Mau nggak diangkat, pake alesan apa?

Lagi berak juga kayak Haechan ngibulin Aul?

Baiknya, kamar gue sama kamar yang di rumah Taeyong itu catnya sama-sama putih, jadi gue masih bisa meloloskan panggilan video itu.

Gue bahkan sampe mojok-mojok biar nggak keliatan banget bohongnya. Dan beliau dengan randomnya kasih liat rumah yang disana.

"Kapan-kapan kesini sama Taeyong ya. Ngunjungin Grandma."

"Iya mah."

Nggak lupa juga beliau menunjukkan wajah wanita berumur yang udah beruban itu, sedang duduk di kursi balkon sambil merajut.

"Is this Aya?"

Gue tersenyum mengangguk.

"So beautiful. Kamu nggak salah milih Rianty."

Dan gue lagi-lagi tersipu. Karena memang jarang banget orang rumah Renjun bilang gue cantik. Apalagi Haechan yang dengan terang-terangan ngatain gue burik, dekil, buluk dan ungkapan-ungkapan laknat lainnya.

"Taeyong mana? Mamah pengen ngomong."

Jantung gue geser ke paru-paru kayaknya. Ini gimana gue bikin alesan? Pertanyaan yang gue benci akhir-akhir ini. Lagian Taeyong juga punya HP sendiri kok, ngapain tanya ke gue sih.

Gue menggaruk kepala yang nggak gatal, "anu- eum, tadi sih bilangnya lagi mandi."

"Kamu nggak diapa-apain Taeyong kan?"

Gue diapain? Anjir. Paling dimarahin sama digalakin tiap waktu. Kayaknya Mamah udah punya firasat mungkin Taeyong melakukan hal diluar nalar ke gue, kayak memukul atau apapun yang berbau kekerasan fisik.

"Nggak kok. Taeyong baik. BANGET. Nggak jahat. Mamah jangan khawatir."

"Yaudah. Kalo gitu, mamah tutup ya."

Gue membuang nafas lega, akhirnya terbebas dari panggilan menyiksa itu. Tapi Ya Allah, jangan sampe gue kena azab karena bohongin orang tua. Na'udzubillah. Nggak lagi-lagi deh. Gue harus dzikir yang banyak biar dosanya melebur.

Astaghfirullahal'adzim.

"Ayaaaaaa!"

Untung Haechan dateng pas telfonnya udah selese.

[not] CinderellaWhere stories live. Discover now