81

127 13 5
                                    

Gue menatap ketiganya bergantian. Menuntut penjelasan dari perkataan Haechan, "maafin kita."

"Kalian semua udah tau?"

Tanya gue masih nggak percaya. Sejauh itu gue anggap mereka sodara, dan dengan gampangnya mereka bilang maaf. Mereka pikir gue apaan?

"Renjun dulu, gue, terus Haechan." Jawab Jaehyun mendekat. Bersandar pada dinding kamar.

Gue kok ngerasa lagi di khianati sama keluarga sendiri sih?

"Jadi lo udah  tau dari awal? Dan lo ngebiarin gitu aja tanpa ngomong sama gue?"

Renjun menggeleng, "bukan dari awal. Gue cuman tau lebih dulu dari Jaehyun sama Haechan."

Haechan menunduk setelah dapet pelototan gue, "gue tau baru kemarin Ya." Cicitnya.

"Oh ya? Terus lo? Lo tau dari kapan Jae? Kenapa nggak bilang sana gue hah?!"

"Gue tau dari Renjun sejak Jeno bilang suka sama lo."

Gue tertawa hambar, "kapan? Jeno nggak pernah suka ke gue."

"Bukan nggak pernah, tapi hampir pernah." Sangkal Renjun.

"Dan masalahnya apa lo semua nggak cerita hah!" Emosi gue udah diujung kepala, sangat mendidih.

"Lo bayangin, kalo lo jatuh cinta sama Jeno, terus lo dilamar sama Taeyong, semuanya bakal jadi rumit."

Wah, Haechan sok dewasa banget. Sok ngerti segalanya. "Rumit? Ini lebih rumit karena lo semua nggak bilang apapun ke gue!" Perasaan nggak terima gue semakin nggak karuan.

"Dengerin Ya!"

"Diem Njun! Gue nggak tau kalo lo bisa kayak gini ke gue. Sikap baik lo, gue anggap nggak pernah ada. Mending lo keluar!" Tunjuk gue ke pintu.

Cowok berbadan kurus itu menurut dengan langkah cepat menuju pintu dengan wajah kecewa, diikuti Haechan yang menutup pintu kamar.

Jaehyun menegakkan badan, hendak mendekat namun berhenti setelah gue bilang "lo juga keluar!"

Tapi cowok itu terus mendekat, duduk di sisi ranjang. Menatap gue entah apa. Tapi terlihat tulus. "Gue salah. Gue akui." Ucapnya setelah membuang nafas pelan.

"Gue minta maaf, mewakili Renjun juga Haechan. Tapi lo nggak pantes bilang begitu ke Renjun. Gue tau lo esmosi-"

"Gue pengen lo juga keluar Jae!"

Cowok itu tersenyum, "kalo gue keluar lo mau apa? Nangis? Atau bahasa bagusnya nenangin diri?"

Dia menepuk puncak kepala, membuat gue semakin mendidih.

"Bohong, yang ada lo nggak bakal nyelesein ini sampe kapan pun." Lanjutnya.

Masih nggak peduli pada gue yang menatapnya tajam ingin membunuh, Jaehyun kembali bicara "Gue nggak bilang mau bela Renjun di depan lo, tapi lo juga harusnya tau sendiri segimananya Renjun sayang sama lo. Liat nih liat!" Katanya menunjuk nakas samping tempat tidur gue.

Nada di akhir kalimatnya sedikit di naikkan.

"Kompresan sama sarapan, juga obat yang udah ada disini lo pikir siapa yang nyiapin kalo bukan Renjun? Tante Arum? Beliau sibuk ngurus Om Galih yang mau kerja pagi begini."

Kita saling menatap, gue yang menurunkan intensitas ketajaman dan Jaehyun semakin menajamkan ketulusan dalam ucapannya.

"Lo pikir Renjun gimana waktu tau lo disana cuman buat deket sama Taeyong? Lo pikir Renjun nggak nangis? Lo pikir Renjun seneng? Atau malah Biasa aja?"

Gue terisak lagi. Iya, Renjun lebih dari sekedar baik.

"Jeno- itu temennya Renjun pas SD Ya, menurut lo aja gimana waktu ngasih tau temennya sendiri buat nggak nyukain sodaranya? Lo sanggup?"

Semakin banyak yang dia katakan, hati gue meluluh. Disini gue yang jahat?

"Dan lo mikir nggak? Semua masalah yang ada, Renjun selalu berusaha buat nyelesein. Terlepas dari itu menyangkut keuangannya atau dirinya sendiri."

Sekarang, Jaehyun merubah posisinya. Menjajarkan tubuh, duduk menghadap gue dengan mata yang saling terhubung.

"Lo marah waktu nggak ikut komunitas karena Renjun nggak kasih izin. Semua itu tanpa sebab? Orang tua lo mau liat anaknya cuman pake baju begitu joget-joget di depan umum? Renjun sampa mikir jauh buat lo Ya! Renjun nggak mau bikin lo nyesel nanti udah mempermalukan orang tua dengan cara begitu!"

Kapan sih Jaehyun berenti? Hati gue semakin nelangsa, rasa bersalah semkain membesar.

"Dan setelah itu, Renjun juga harus ganti rugi karena udah berani mengosongkan posisi lo. Dia bayar pake uang yang udah dikumpulin. Lo ngerti nggak sih Ya? Apalagi waktu Renjun harus mohon-mohon ke pimpinan komunitas lo biar lo nggak dikeluarin. Segitu baiknya Renjun lo anggap jahat?"

"Gue-" Jaehyun menunjuk dirinya sendiri. "Gue yang jadi saksi nggak tahannya Renjun buat nyimpen semuanya sampe akhirnya tuh anak kelepasan. Dia ngerasa bersalah terus sama lo kali!"

Jaehyun mengusap pundak gue yang bergetar hebat. Gue nggak tau hal apa aja yang Renjun bikin buat hidup gue. "Jangan gitu lagi ... gue, Haechan, dan Renjun sayang sama lo. Lo bagian dari hidup kita. Kalo lo nggak mau jadi pendamping Taeyong, bilang. Biar Gue yang ngomong."

"Semua keluarga kita nggak lagi ngejual lo. Semuanya ngerasa bersalah termasuk Tante Arum sama Eyang. Tapi ngeliat lo yang tiap kali pulang bahagia bikin kita semua juga ikut seneng liatnya. Kita pikir lo udah menemukan hal yang lebih baik daripada terus nangis di kamar sendirian."

'Semua keluarga sayang sama lo.'

[not] CinderellaWhere stories live. Discover now