56 - Buku harapan ( DETIK-DETIK TAMAT )

3.9K 85 3
                                    

Sinar mentari perlahan menembus tirai yang menghalangi fentilasi perpustakaan, Arion mengecup kening Aleta saat gadis itu menutupi mulutnya yang menguap. Lio mengangkat tangannya hati-hati dan memangku kepala Laras. Sedangkan Natasha sudah lebih dulu terbangun sejak pertama kali sinar mentari menyapa bumi.

10 menit kemudian, semuanya sudah benar-benar bangun. Tak peduli seberapa lama Arion tidur semalam, mata elangnya akan tetap bersinar terang menyambut datangnya hari baru. Fazlu duduk bertopang dagu. Dirinya masih mengantuk karena telah berhasil dikalahkan oleh rasa gelisah sebelum tidur.

"Tidur jam berapa?" suara lembut Natasha yang pertama kali menyapa telinga Fazlu.

"Nggak liat jam, nyenyak, 'kan?"

Natasha mengangguk sekali. Fazlu yang ada di hadapan Natasha jauh berbeda dengan Fazlu yang ada di hadapan Arion dan Aleta. Di depan Natasha, Fazlu lebih bisa bersikap serius.

"Ayo!" Dimas mulai berkoar setelah mengumpulkan nyawanya yang hilang di alam mimpi, "Kita cari lagi buku nya sekarang."

"Eh, bentar!" Dimas menghentikan semua langkah yang mulai bergerak, "Aleta sama Arion cari di rak pertama sama kedua, Lio sama Laras cari di rak ketiga sama ke empat."

Dimas melirik Natasha canggung, "Gua sama Natasha di rak lima sama enam. Semua rak ini masih ada di kawasan yang Lio bilang."

Fazlu mengangkat tangan
nya antusias, apakah dirinya tak berguna di sana?

"Gua mau ikut Natasha cari!" Dimas mengangkat bahunya acuh dan semua nya mulai mencari.

Dimas sendiri tak mengerti mengapa ia harus secanggung ini dengan Natasha, padahal yang pernah ia tinggal saat menjadi tunangan adalah Laras. Tapi terhadap Natasha, dirinya sempat merasa bersalah karena sempat mendekati gadis itu juga. Ah sudahlah, masa muda mereka akan tetap indah walau serumit apapun kisah cinta yang pernah menyapa.

Kadang manusia hanya bisa berharap ingin bersama dengan siapa tanpa benar-benar tahu kalau Tuhan sudah merancang pertemuan yang benar-benar tepat, walau sebelumnya mesti terjatuh beberapa kali.

"Nat, lo pernah marah nggak sama gua?" Natasha mengerjap heran saat Dimas menanyainya, melihat Natasha dengan sorot menyesal, "Pernah nggak lo ngerasa gua terlalu jadi playboy buat jadi seorang cowok?"

Dengan tulus, Natasha tersenyum sumringah mengelak perkataan Dimas, "Semua orang kalau ada salah bukan berarti dia buruk, bukan berarti pantas buat dibenci. Tau nggak kenapa kita bikin buku harapan itu dulu?"

"Karena si Lio." jawab Dimas terlalu polos.

"Bukan lah." Natasha mendengus, "Karena kita punya harapan kalau di masa depan kita bakal jadi seseorang yang lebih baik lagi setiap harinya. Kita tulis supaya suatu saat kita ingat sama apa yang kita tulis."

Hati Fazlu menghangat saat dengan sengaja mendengar percakapan Natasha dengan Dimas. Sekarang Fazlu mengerti mengapa perempuan yang tuhannya kirim kan untuknya sangat lama, ternyata perempuan itu selalu berhati-hati mengambil langkah dan melupakan semua masalah dengan lapang dada.

"Nguping ya Zlu?" Fazlu terlonjak kaget, mengelus dadanya menghembuskan napas panjang.

Aleta tertawa puas karena berhasil menangkap basah Fazlu. Untung hati Fazlu seluas semesta, sedalam samudra jadi enggak bisa marah sama Aleta.

"Apa? Marah?"

Bukan, bukan karena hati Fazlu. Tapi karena ada Arion yang berdiri di sisi Aleta. Mana berani kalau ada pengawalnya gitu? Fazlu menggeleng, kembali mencari keberadaan buku yang sebelumnya sudah Natasha jelaskan secara rinci bentuknya.

"Dengerin dari awal ya, Zlu?" Aleta menahan buku yang ingin Fazlu geser.

Fazlu menoleh datar, mengulum senyum tipis sama sekali tak menjawab pertanyaan Aleta.

UNLIMITED LOVE #1Where stories live. Discover now