Bantuin Jadian!

171 53 126
                                    

Sore hari yang damai tanpa adanya keributan dan gangguan. Ralan, Relan, dan Hidan duduk di teras belakang panti. Si kembar bermain catur dengan tenang, sedangkan pemuda berkacamata hanya menjadi penonton sambil menyesap teh hangat dan memakan beberapa keping biskuit bayi.

Hidan mencelup satu keping biskuit ke dalam minuman dan fokus menatap Ralan yang sudah hampir lima belas menit tidak menjalankan bidak catur. "Lo tau cara mainnya?" tanyanya sambil mengunyah camilan.

Sedikit tersenyum Ralan sambil memandang Hidan dan kakaknya secara bergantian. Kemudian, dia menggeleng dengan semakin melengkungkan bibir ke atas.

"Aduh!" ringis Ralan karena menerima pukulan di kepalanya dari Hidan.

"Seharusnya bilang enggak bisa dari tadi, jadi enggak gue tungguin," geram Hidan lalu kembali memasukkan keping biskuit ke dalam mulut.

Menghela napas kasar Relan melihat kedua pemuda itu. Mulai dia menyimpan kembali semua bidak catur ke dalam papan, kemudian menuangkan teh ke gelas, dan mencelupkan biskuit bayi ke sana. Pemilik eyes smile tersebut merasa sedikit bingung, padahal niat untuk bermain catur demi menghilangkan rasa tertekan saat ini, tetapi yang didapat malah adegan gelut para sahabatnya.

Hidan dan Ralan saling berpandangan, seolah bertelepati melalui sorot mata. Mereka sepertinya dapat merasakan ada yang aneh dari si pemuda berambut legam.

"Kenapa?" tanya Hidan menaikkan sebelah alis.

"Pacar gue selingkuh," jawab Relan setelah menelan roti.

"Mita?" ucap Ralan yang mendapatkan gelengan dari kakaknya.

"Susi?" Kali ini Hidan menerka nama gadis yang lain. Namun, tetap mendapatkan jawaban yang sama oleh si pemilik masalah.

"Ha ... gue tau, Bang. Pasti si Yuki, 'kan?"

"Hm ... yang bener Yuli, Dek."

Hidan menepuk jidatnya sendiri, tidak habis pikir dengan tingkah Relan yang bersedih ditinggal oleh sang kekasih. Padahal Relan sendiri tidak hanya memiliki satu orang gadis di dalam hubungan tidak pasti itu.

"Lo ngapain sedih, sih, Bang? Pacar lo banyak, jadi kenapa harus mikirin si Yuli itu?" tanya Ralan dan mencomot satu biskuit di toples depan Hidan.

"Gue bingung aja sama alasan dia putusin gue, Dek," sahut Relan dengan melihat ubin sambil memainkan jari di sana sesuai dengan motif yang ada.

"Emang apa?" ucap Hidan dan membuat Relan yang ada di sisi kirinya menoleh.

"Dia bilang gue terlalu baik buat dia. Gue jadi bingung, kenapa bisa dia bilang gitu? Kalo emang mau putus, ya putus aja, gue enggak akan marah," jawab Relan sambil bertumpang dagu dengan kedua siku di atas paha yang tengah duduk bersila.

Hening. 'Tak seorang pun menjawab perkataan dari si ramah bersurai legam itu. Bagi kedua pendengar, tidak ada hal baik di dalam diri Relan ketika menjalin hubungan. Dia tidak pernah benar-benar suka dengan satu gadis saja.

"Bukan gue yang kejar-kejar mereka, tapi mereka yang minta buat pacaran sama gue."

Begitulah alasan Relan ketika ditanya, mengapa tidak pernah menolak siapa pun yang datang ke dalam hidupnya. Tidak jarang, dia juga mendapatkan sebuah tamparan di pipi dari sang kekasih. Ha ... apa bisa dikatakan malang? Sepertinya, tidak.

"Oi, kalian!"

Sebuah teriakan membuat ketiga pemuda itu menoleh ke arah pintu bangunan. Tampak seorang gadis dengan rambut dikuncir dan piyama merah muda bermotif kelinci di saku. Dia merentangkan kedua tangan di sisi ambang pintu dengan tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi rapinya.

My Absurd Best Friends [Tamat]Where stories live. Discover now