Coba Deketin Artha?

100 40 99
                                    

Malam hari, Ralan bersama Artha sudah bersimpuh menghadap sang Mama di depan pintu kamar Hidan dan si kembar. Beliau memarahi mereka setelah tahu semua kejadian penyebab pemuda berkacamata yang tidak sadarkan diri hampir dua jam lamanya.

Jangan lupakan Relan yang juga memarahi keduanya sampai Ralan tidak berhenti menangis, bahkan Artha berusaha keras menenangkan pemuda itu sekarang. Padahal di dalam hati, dia juga sudah meronta ketika mendengar intonasi bicara Relan yang sangat tinggi.

"Cup, cup. Abang cuma ingetin kita, kok," ujar Artha sambil mengelus pundak Ralan yang ada di sebelahnya. Mata gadis itu sudah berkaca-kaca dengan hidung menarik cairan yang hendak keluar.

"Tap-tapi, gue enggak sengaja dorong Idan terlalu kuat, Tha!" rengek Ralan berusaha menghentikan tangis.

Relan menghela napas sambil menggeleng melihat tingkah sang Adik yang selalu saja membuatnya sedikit resah. Bukankah laki-laki harus jauh lebih kuat dibandingkan perempuan? Lalu, mengapa malah Ralan yang ditenangkan oleh Artha?

"Ha ... seharusnya kalian enggak perlu sampe kayak gitu cuma biar gue sama Idan baikan," sahut Relan dan mengacak rambut belakangnya.

Sofi yang mendengar pernyataan Relan langsung mendelik seram si pemilik rambut legam itu. Yang dipandang menoleh ke kiri, sedikit menyunggingkan senyum agar sang Mama tidak meledakkan amarah untuk kedua kali.

"Elan bisa jelasin, Ma," ujar Relan dengan cengiran khasnya.

Tidak menjawab, Sofi hanya menunjuk ke sebelah Ralan. Seolah mengerti, Relan pun ikut bersimpuh seperti kedua orang lainnya. Baiklah, sekarang sang Mama yang merasa pusing, ketiga anaknya sudah remaja, tetapi masih bertingkah seperti bocah lima tahun.

"Ada masalah apa kamu sama Idan?" tanya Sofi dengan kedua tangan di pinggang.

Artha dan Ralan saling berpandangan, kemudian melihat ke arah Relan yang menatap mereka. Sedikit tersenyum Artha lalu mulai ia acungkan ibu jari dengan wajah meyakinkan, seolah berkata, semangat, kami sudah lebih dulu.

"Ma ... ini hanya masalah kecil," ujar Relan setelah mengalihkan pandang dari kedua sahabatnya.

"Kecil? Tapi Artha dan Alan sampe turun tangan, berarti bukan masalah sepele," murka Sofi dan melotot.

Tertunduk Relan sambil mengepalkan tangan yang ada di lutut. Dia pikir semua ini karena salahnya. Jika saja tidak memulai percakapan malam lalu, mungkin Hidan akan baik-baik saja.

"Mama, maafin kami. Kami janji enggak akan ulangi lagi, besok juga kami bakal temanin Idan cari kacamata baru," bujuk Ralan dengan wajah memelas dan berkedip beberapa kali.

"Bener, Ma. Maafin kami, Artha mohon ...," lirih Artha dengan menyatukan kedua tangannya, diikuti pula oleh Ralan dan Relan.

Selang beberapa detik, seulas senyum terbit di wajah cantik Sofi, membuat ketiga pendosa di depannya berbinar senang. Mereka sangat yakin bahwa sang Mama akan segera memberi kebebasan.

"Cuci, nyetrika, dan masak, jadi tanggung jawab kalian selama satu Minggu ini," titah Sofi yang spontan mendapatkan mulut terbuka ketiga remaja di hadapannya.

"Tidak!" teriak Artha dan Ralan bersamaan dengan menengadah kedua tangan, sedangkan Relan menutup telinga sambil terpejam.

Sementara itu di tempat lain, Yandra dengan santai berbaring di kasur. Sosok tinggi berkulit putih itu bermain ponsel pintar dengan terus menggulir layar, melihat setiap gambar diri di salah satu akun sosial media milik seseorang.

 Sosok tinggi berkulit putih itu bermain ponsel pintar dengan terus menggulir layar, melihat setiap gambar diri di salah satu akun sosial media milik seseorang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My Absurd Best Friends [Tamat]Where stories live. Discover now