Pencuri Atribut

140 41 92
                                    

Selama jam pelajaran berlangsung, Ralan hanya memandang papan tulis dengan pikiran mengawang. Dia berkedip beberapa kali dan menulis apa yang dilihat dengan asal, bahkan sampai membuat Artha yang duduk di sampingnya melongo dan menggeleng.

"Aduh ...," ringis Ralan pelan lalu menoleh ke Artha yang ada di sebelahnya.

"Kenapa dicubit?" bisik Ralan dengan sedikit menautkan alis dan mengelus lengannya yang menjadi sasaran.

"Lo nulis enggak jelas, Alan. Gue pikir lo kerasukan makhluk halus di sini," jawab Artha dengan tangan kiri di sisi wajahnya.

"Emang ada hantu di kelas kita?" tanya Ralan sedikit membulatkan mata.

"Enggak tau, menurut lo kenapa Pak Santo botak?" Artha balik bertanya, masih dengan posisi tangan yang sama.

"Apa hubungannya, Tha?"

"Bisa jadi Pak Santo punya rambut, tapi itu gaib. Lo ngerti, 'kan? Semacam kerja sama dengan makluk halus di sini," jelas Artha dan mengulum bibir kemudian mengangguk, berlagak meyakinkan si lawan bicara yang terlihat mulai percaya.

"Jangan percaya, enggak ada gituan di sini." Kali ini terdengar suara dari belakang, membuat Ralan mengalihkan atensinya.

"Galih, ih! Ikutan aja," sahut Artha, kemudian kembali melihat ke papan tulis.

Ralan melihat Galih yang ada di belakang si teman sebangku dan Artha secara bergantian. Kemudian, menggidikkan bahu dan mengalihkan pandangan ke luar melalui pintu kelas yang terbuka. Dia mengembuskan udara pelan, pikiran kembali mengulang apa yang terjadi di antaranya dan si gadis pencuri beberapa hari lalu.

"Hm ... gue lupa beli susu pisang. Lo duluan aja, gue ke kantin dulu. Nih, bawain sekalian," ujar Artha, kemudian memberikan bekal miliknya kepada Ralan saat berada di anak tangga menuju atap gedung sekolah.

Ralan mengangguk, mengatakan agar segera kembali ke Artha sebelum beranjak dari hadapannya. Dia berujar demikian karena merasa tidak nyaman jika harus makan sendirian.

Setelah membuka pintu menuju atap, Ralan kembali melangkah, menghirup udara segar dari tempatnya berdiri sekarang. Angin berembus membuat surai cokelat gelap itu bergerak indah. Terasa damai di sana, tenang tanpa adanya gangguan.

"Ha!"

Tidak. Sepertinya ada hal yang berbeda hari ini. Gangguan yang 'tak diharapkan Ralan malah tiba secara mendadak. Suara teriakan yang membuat pemuda berambut cokelat gelap itu menoleh ke kiri. Tampak seorang gadis berdiri di tepi atap gedung dengan merentangkan kedua tangan.

Mata bening Ralan membola, mulutnya melongo karena merasa terkejut dan panik di waktu yang sama. Segera dia meletakkan kedua kotak bekal di bawah, kemudian berlari ke orang yang terlihat ingin mengakhiri hidup tersebut.

"Ha-halo ...," lirih Ralan. Memang kecil suara yang dia keluarkan, tetapi berhasil membuat si lawan bicara berbalik.

Tampak seorang gadis berambut hitam sebahu dengan poni tipis menutupi kening. Dia memiringkan kepala dan netra cokelat gelapnya tertuju ke Ralan.

"Ka-kalo mau lompat jangan di sini, soalnya kurang tinggi," imbuh Ralan lagi sambil memegang kerah baju. Dia gugup setengah mati, berbicara dengan gadis selain Artha itu cukup menguras tenaga menurutnya.

Perkataan Ralan membuat si lawan bicara semakin bingung. Terlihat gadis itu hanya berdecih dan kembali memutar arah tubuh rampingnya.

Ralan membulatkan mata. Di dalam pikirannya, gadis itu akan melompat dari sana. Langsung dia berlari dan memeluk pinggang kurus yang ditatap, membuat si empu terpekik hebat.

My Absurd Best Friends [Tamat]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن