Misi Perbaiki Hubungan

105 42 107
                                    

Relan masih betah menatap Hidan dari belakang, keteduhan netra kecil itu seakan hilang. Tangan besarnya mengepal erat, merasa kesal karena seolah disalahkan dalam perbincangan yang terjadi.

"Kenapa diam aja?" tanya Relan dan berdecih di akhir kalimatnya.

Hidan melepaskan remasan di celana, menarik napas dalam, dan membuang perlahan. Mulai dia memutar arah, memandang sosok berambut legam di hadapannya dengan wajah yang diusahakan setenang mungkin.

"Ayo, lupain semua yang kita bicarain sekarang, Relan. Itu supaya kita ngerasa enggak canggung waktu di depan yang lain," ujar Hidan kemudian berbalik dan beranjak dari sana.

Hening. Relan mengerutkan kening, merasa tidak diacuhkan oleh Hidan. Di dalam hati belum puas dengan pembicaraan dengan pemuda berkacamata itu. Dia memejamkan mata sambil mengembuskan udara dari mulutnya.

"Gue mugkin akan bilang perasaan gue ke Artha, Idan. Tapi, gue udah tau perasaan dia buat siapa, apa lo enggak sadar, Idan? Artha sayang sama lo melebihi sayang dia ke gue dan Alan. Kalo lo suka dia, gue harap lo akan bilang ke dia. Gue enggak suka lo bantuin Artha dekat dengan Yandra, karena lo, Idan. Karena ... lo yang akan paling sakit nantinya," gumam Relan sambil memandang pintu yang dimasuki Hidan beberapa detik lalu.

Relan menjambak rambut pelan. Dia baru mengingat telah lupa belajar untuk ulangan besok. Ah, ya! Beban seakan bertambah ketika mengingat sang Adik dan Artha. Jangan berharap banyak dari mereka, pemuda itu juga yakin tidak ada yang belajar di antara keduanya.

Relan menghentikan aksi penyiksaan diri saat getaran ponsel di meja terdengar. Tampak nama Galih ada di layar pipih itu, segera dia meraih dan menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan masuk.

"Halo, Relan! Lo udah belajar?" teriak orang di seberang sana dan berhasil membuat Relan menjauhkan ponsel dari telinga.

"Belom, Bro. Jangan panik, besok bisa subuh-subuh," jawab Relan setelah kembali meletakkan benda pipih itu ke indra pendengaran.

Sementara itu di tempat lain, Ralan masih sibuk berulang kali mengganti pakaian, padahal Artha sudah mengatakan, bahwa dia terlihat cocok mengenakan apa pun. Sekarang, hoodie putih tengah melekat di tubuh bidang itu. Tangannya menyisir rambut ke belakang sambil memandang si sahabat cantik dengan dagu sedikit diangkat sebentar. 

"Gimana?" tanya Ralan dan meringis pelan, sedikit ragu dengan pilihannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Gimana?" tanya Ralan dan meringis pelan, sedikit ragu dengan pilihannya.

"Udah pake itu aja, terang juga warnanya. Hampir setengah jam lo di sini, sekarang jam sepuluh, gue mau tidur, Alan," rengek Artha dengan menghentak kaki ke lantai.

"Tapi, Artha. Kalo gini gue enggak keliatan tegas, nanti pulpen gue enggak dibalikin gimana?" keluh Ralan sambil mengerucutkan bibir.

Artha memukul mulut Ralan sampai kembali mundur. "Lo itu kebiasaan banget panikan enggak jelas, sana gih balik aja ke kamar lo!" titahnya sambil memungut semua baju Ralan di atas kasur.

My Absurd Best Friends [Tamat]Where stories live. Discover now