Lo Suka Artha, 'kan?

115 42 118
                                    

Bayu memeluk Hidan sebentar, mengacak pelan rambut pemuda itu, kemudian tersenyum. Setidaknya sekarang yang terpenting Hidan merasa bahagia, bersama keluarga yang dia anggap sebagai tempat untuk pulang, itulah yang ada di pikiran sang Ayah.

"Jaga diri lo, jangan ngerepotin Tante Sofi," kata Yandra yang sudah bersiap memutar knop pintu.

Sebagai jawaban, Hidan hanya mengangguk. Dia juga mencium punggung tangan sang Ayah yang ada di belakang Yandra.

"Ya Tuhan!" pekik Yandra dengan tangan di dada ketika melihat sosok di balik pintu.

Tampak Artha dengan wajah bernoda darah, baju kaus putih yang dikenakan juga ikut kotor akibat menggendong anjing yang terluka.

"Kak Yandra! Kok bisa ada di sini?" tanya Artha bingung.

Ah, ya! Tidak perlu heran jika Artha tidak tahu. Karena setelah menuruni anak tangga dengan nyanyiannya, ia langsung pergi dari sana tanpa ijin dari sang Mama. Ada tamu, tidak sopan jika masuk ke ruang bincang-bincang itu, demikian pendapat gadis berambut lurus tersebut.

"Gue tamu di sini," jawab Yandra dan sedikit mengulas senyum.

Mata Artha membola, kembali dia mengulang lagu yang dilantunkan sebelum pergi. "Kakak dengar iklan teh kantung pare murni dan roma kepala?" tanyanya lagi yang dijawab angggukan oleh si lawan bicara.

"Siapa, Kak?"

Terdengar suara dari dalam. Orang di ambang pintu pun keluar, mempersilahkan si yang bertanya untuk melihat kondisi Artha sekarang.

"Lo kenapa? Kok berdarah gini?" ucap Hidan panik lalu mulai mengelap wajah Artha dengan lengan bajunya yang panjang.

"Idan, guguk kecil kesakitan, jadi gue bawa. Ayo, kita rawat guguk kecil! Dia enggak punya tempat untuk pulang," rengek Artha dengan mata yang sesekali tertutup karena Hidan masih betah dengan aktivitas membersihnya.

"Iya, iya kita rawat dia," sahut Hidan dengan tangan yang sibuk merapikan rambut lurus di depannya.

"Dia siapa?" Kali ini satu orang lagi keluar dari bangunan, melihat Artha dan Hidan yang tampak dekat sebuah pemikiran pun muncul di otaknya.

"Artha, Pa. Teman dekatnya Dani," jawab Yandra singkat sambil memasukkan tangan ke saku celana.

"Hai, Artha," sapa Bayu setelah berjalan mendekati Artha yang wajahnya baru saja bersih.

"Siapa?" bisik Artha kepada Hidan yang ada di sampingnya saat ini.

"Papa gue."

"Papa Romeo si malaikat tampan juga?" Lagi, Artha masih berbisik dengan tangan kanan sebagai penutup sisi wajahnya.

"Iya."

"Papa mertua!" pekik Artha tanpa sadar kemudian kembali mengulum bibir agar terkunci rapat.

Artha memberikan anjing di gendongan kepada Hidan, sangat hati-hati, takut gerakannya dapat membangunkan makhluk kecil berbulu putih itu. Mulai dia membersihkan noda debu di celana dan berusaha merapikan penampilan di depan Bayu.

"Maksud Artha, Om. Iya, Om ...." Tampak Artha menggaruk dahi dengan telunjuk karena tidak tahu nama dari orang yang dihadapinya kini.

"Panggil aja gimana nyamannya," sahut Yandra dan tersenyum lebar.

"Jadi boleh papa mertua?" tanya Artha antusias, kedua tangannya terkepal di depan dada.

Yandra sedikit terkekeh, kemudian mengangguk. Berbeda dengan sang Kakak, Hidan hanya diam saja, netra hitam itu tidak lepas menatap anjing yang ada di dalam dekapannya sekarang.

My Absurd Best Friends [Tamat]Where stories live. Discover now