Tentang Tata dan Artha di Masa Lalu

86 31 92
                                    

Setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah, Artha berbaring di kasur. Rasanya pagi hingga siang ini dia sangat lelah. Meski begitu merasa gembira karena kepulangan sang Mama dari rumah sakit, tetapi Hidan memintanya melakukan banyak hal, semacam menyiram tanaman, mengupas bawang untuk digoreng atau hanya sekadar membeli gula ke warung depan gang.

Artha sedikit mengangkat kedua tangan, menggeliat seperti lintah terkena garam lalu meraih ponsel sebentar untuk melihat sudah pukul berapa sekarang, mengingat ada janji pertemuan dengan Romeo si malaikat tampan kesayangan.

Dia menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong, seketika kembali mengingat perkataan Relan saat Artha baru tiba di panti.

"Little Princess, Tata ada di sini. Semalam gue ketemu dia di minimarket dekat RS. Katanya rumah dia di kompleks yang ada di sana."

Jika diingat-ingat lagi, Artha sedikit kesal hingga membuat kening berlipat. Ketika gadis bernama Tata itu pergi tanpa mengatakan 'sampai nanti' dulu, benar-benar terasa kejam bagi sebuah hubungan persahabatan, menurutnya.

Artha mengerjap beberapa kali, seperti kembali memutar memori tentangnya dan Tata, bagai kaset yang berjalan tanpa macet sedikit pun.

Akhir pekan yang tenang saat semua penghuni panti berkebun, Artha tidak sengaja memecahkan gelas keramik di dapur. Dia membuka mulut lebar, segera mengambil tisu di atas meja makan lalu menutupi pecahan karena takut sang Mama marah jika ketahuan. Sebelum ada orang yang melihat ulahnya, gadis kecil itu berlari menuju kamar dan memasukkan beberapa baju ke tas.

"Berry ikut Artha, ya? Di sini udah enggak aman," ucapnya kepada si boneka kesayangan dan membawa pergi ke luar.

"Artha mau ke mana?"

Pertanyaan seseorang berhasil membuat Artha tersentak dan mengeratkan pelukan di mainannya. Setelah menoleh ke kanan, tampak Ralan dengan toples berisi ulat daun tengah memandang penuh tanya.

"Alan, Artha mau kabur dari sini. Alan enggak boleh kasi tau siapa-siapa, ya? Ini rahasia kita. Janji?" pinta Artha sambil memutar kunci pintu kamarnya, kemudian mengudarakan kelingking ke si lawan bicara.

"Hm, tapi kenapa pergi? Apa Artha enggak sayang sama yang ada di panti lagi? Perasaan Artha sering banget kabur kayak gini," tanya Ralan dan mengaitkan jari kecil Artha dengan miliknya.

"Ini demi melangsungkan hidup, pokoknya Alan jangan kasi tau mama apalagi Idan, ya? Di waktu yang tepat, Artha akan pulang. Nanti Artha bakal telpon, Alan harus angkat jangan sampe orang lain yang terima panggilan Artha itu, ya?" jelas Artha yang hanya dibalas anggukan dan bibir melengkung ke bawah oleh bocah bersurai cokelat di hadapannya.

"Kalo gitu Artha pergi dulu, Alan jaga yang lain, ya? Artha titip mama dan teman-teman," pamit Artha lalu memberi pelukan selamat tinggal kepada sang sahabat.

"Hati-hati, Artha. Jangan telat makan dan kalo ketemu ulat daun bawa pulang, ya?" kata Ralan sambil melambaikan tangan usai melepas dekapan.

Artha mengangguk, menjauh dari sana dan mulai menuruni tangga dengan mengendap-endap. Dia mulai berjalan keluar dari panti lalu berlari meninggalkan bangunan itu, setelah memastikan tidak ada yang melihatny.

"Artha bakal rindu kalian semua," ucap gadis kecil itu sambil terus melajukan tungkai dan memeluk Berry.

Setelah merasa cukup, Artha berhenti. Sebenarnya tidak terlalu jauh juga, mungkin hanya beberapa ratus meter. Bisa dikatakan dia tidak kuat melakukan aktivitas berat karena membawa barang di dalam ransel berbentuk panda itu.

Artha menutup mata sambil memegang dagu, bingung ke mana harus pergi sekarang. Kembali ke panti hanya akan mendapatkan amarah Sofi dan Hidan. Beberapa tempat terlintas di pikirannya, tetapi tidak ada yang aman menurut gadis kecil berkuncir kuda tersebut.

My Absurd Best Friends [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang