Kencan di Akhir Pekan

68 28 32
                                    

Siang hari pada akhir pekan yang indah dan damai. Ah, tidak! Lupakan kata damai di narasi ini. Karena pada nyatanya, Artha bersama dua orang pemuda tengah mengendap-endap mengikuti ke mana Ralan pergi sekarang.

Sejak awal, Artha sudah curiga ada yang terjadi, dilihat dari penampilan Ralan yang mengenakan topi, masker, dan juga membawa payung. Bagaimana dengan dua orang lainnya? Mereka hanya mengikuti karena gadis itu memaksa, bahkan sampai merengek seperti anak kucing minta ASI.

"Kalian harus ikut, gimana kalo misalnya Alan ketemu orang jahat? Kayak dipaksa sama bandar narkoba atau penculik yang ambil organ dalam!"

Itulah kalimat yang terus dikatakan Artha agar Hidan dan Relan mau bergabung dalam misinya. Sekarang, mereka bersembunyi di balik tembok salah satu toko kue, mengintip Ralan yang tengah membuka payung.

Hidan menekuk lutut, menumpu badan dengan tangan ke dengkul. Dia membiarkan dagu Relan di atas kepalanya, serta Artha berdiri di paling belakang sambil memegang bahu si pemuda bersurai legam.

"Gaes, bukannya masih siang, ya? Kenapa gelap?" tanya Artha dengan menepuk bahu orang di depannya.

"Buka dulu kacamata hitam lo, Little Princess," jawab Relan dan menyentuh tangan Artha agar berhenti memukul.

"Iblis Kecil, jangan minta dimaki, please!" protes Hidan usai mengembuskan napas jengah, berhasil membuat yang ada di belakangnya terkikik geli.

Artha menarik benda yang bertengger di hidung lalu membuka mulut seakan berkata, aku bisa melihat, Tuhan! Mata bulat itu kembali fokus ke arah target selepas meletakkan kacamata di saku jaket. "Menurut kalian dia ketemu siapa?" ujarnya dengan mengubah nada bicara bagai guru BK, tegas dan mengintimidasi.

"Mana gue tau. Apa lo enggak lihat dia rapi gitu? Pasti ketemu sama cewek," jawab Hidan asal dengan lutut yang mulai bergetar.

"Pasti Alina," imbuh Relan, jarinya sibuk memainkan rambut si sahabat berkacamata.

Sementara itu, Ralan menghentikan langkah, merasa sejak tadi ada sesuatu yang aneh telah tertuju ke arahnya. Semacam tatapan tajam, mungkin? Kalian pasti mengerti maksud pikiran si pemuda rambut cokelat gelap sekarang.

Ketika memutar arah, Ralan mendapati Artha yang heboh melayangkan pukulan ke pundak kedua sahabatnya agar segera berbalik, pasti berharap tidak ketahuan. Sambil memasang wajah tanpa ekspresi, dia mulai berjalan mendekat.

"Kalian ngapain?" tanya Ralan dan membuka masker yang menutup mulutnya.

Artha bersama kedua pemuda yang ikut dengannya memutar tubuh, melihat Ralan sudah menutup payung dan menyilangkan tangan di depan dada, seperti ibu muda yang memarahi anak kembar tiga.

"Iblis Kecil bilang lo ngelakuin kejahatan," ucap Hidan sambil menggaruk tengkuknya.

"Duain, gue cuma ikut-ikutan doang, Dek," sahut Relan dan sedikit menunjukkan deretan gigi rapinya.

Ralan menghela napas kasar, menatap Artha dengan kedua alis diangkat, seolah meminta kejelasan dari pernyataan yang baru saja diucapkan sang Kakak dan Hidan.

"Ya, bukan salah gue juga, Alan. Lo keluar pake masker terus payung, topi, dan tas agak besar pula, wajar dong curiga," bantah Artha dengan telunjuk menggaruk pipi dan melirik ke bawah.

"Terus Idan dan Abang percaya aja gitu?" ujar Ralan dijawab anggukan ragu-ragu oleh yang yang ditanya.

Ralan mengangkat paying lipatnya, menepuk pelan kepala Artha sampai sang empu sedikit meringis. Meski mendapatkan tatapan tajam dari kedua pemuda yang ada di sisi kiri dan kanan gadis itu, dia tidak peduli. Bagaimanapun kebodohan si sahabat cantik sangat meresahkan dengan menjadi penguntit berpenampilan serba hitam, sangat tidak cocok dikenakan siang hari begini.

My Absurd Best Friends [Tamat]Where stories live. Discover now