Hm, Artha Suka Idan

76 31 43
                                    

Hidan menatap Artha yang ada di sebelahnya, menunggu gadis itu untuk menjelaskan semua yang terjadi. Namun, sosok yang ditatap hanya menunduk, mengenggam erat ujung rok, dan menggigit bibir bawah.

"Masuk duluan, gue mau ke garasi dulu. Oya, jangan lupa mandi, ganti baju terus tidur," titahnya dan mengelus puncak kepala si sahabat cantik.

Artha mengangguk lalu hendak beranjak, tetapi terhenti ketika tangannya dipegang Hidan. Dia berbalik, menatap netra di balik kacamata itu.

"Lo enggak apa-apa?" tanya Hidan masih dengan menggenggam pergelangan Artha.

"Gue udah pulang, Idan. Jadi gue baik-baik aja," jawab Artha dan tersenyum lebar.

Hidan melepaskan tangan Artha perlahan, membiarkan gadis itu menjauhinya begitu saja. Dalam diam dia memperhatikan punggung mungil itu yang tampak tidak bersemangat.

Di dalam panti, semua orang dikejutkan dengan penampilan kusut Artha, dimulai Relan yang langsung sigap memberikan handuk, Ralan mengambil pengering rambut, dan para bocah lainnya yang sibuk membuat minuman hangat lalu memberikan camilan kesukaan Artha.

"Kak Artha kenapa?" tanya Miya sambil menuang teh yang dibuat Sofi ke cangkir.

Tersenyum simpul, Artha mengambil apa yang diberikan Miya, kemudian menggeleng pelan, seolah mengatakan baik-baik saja. Dia tidak mau ada yang mengkhawatirkannya, merasa bersalah jika membuat orang lain cemas untuk perkara yang tidak begitu besar ini.

"Udah makan?" tanya Relan dan duduk di samping Artha.

"Belum," jawab Artha singkat.

"Kalo gitu langsung ke kamar aja, mandi terus ganti baju, nanti gue antar ke atas," ujar Ralan yang dijawab anggukan oleh si gadis berambut lurus.

Artha beranjak dari ruang tamu dan langsung menuju ke kamar, menyelesaikan semua perintah yang diberikan oleh Hidan dan Ralan. Lalu, duduk ia di tepi ranjang dan mengambil ponsel yang ada di tas. Banyak panggilan tidak terjawab, tertera nama Romeo si malaikat tampan di layar benda pipih pintar itu. Dia tidak berniat sama sekali untuk memanggil balik Yandra, sangat lelah dan butuh istirahat untuk menyegarkan otak, hati, dan badannya.

"Masuk aja," ujar Artha ketika mendengar pintu kamar diketuk.

Tampak Ralan di sana membawa nampan berisi penuh makanan. Mulai meletakkan semua hidangan ke atas meja belajar Artha, dia pun mendaratkan bokong di sebelah pemilik tempat bercat merah muda itu.

"Lo yakin enggak apa-apa?" tanya Ralan dengan membalas pandangan Artha.

"Alan, gue capek, bisa gue makan terus tidur. Gue bakal ceritain semuanya besok, gimana?" balas Artha dan menggulung bibir ke dalam, berusaha meyakinkan dsi lawan bicara.

Ralan mengelus lembut rambut gadis berpipi gembul itu. Tatapan risau terus saja terukir jelas di wajah, dia tidak suka si sahabat cantik menjadi pemurung. Meski tidak menceritakan apa pun, tetapi pemuda berambut cokelat itu yakin ada sesuatu yang telah melukai Artha.

"Kalo ada apa-apa cerita, gue enggak akan paksa kalo lo enggak mau bicara sekarang, Tha," ujarnya dan tersenyum hangat.

***

Pada besok pagi di sekolah, Relan sengaja pergi mendahului para sahabat untuk mencari tahu siapa penyebab dari kotornya meja Artha. Setelah melihat kesedihan gadis itu semalam, dia tidak ingin suasana hati si cantik semakin buruk ketika tiba di sana.

Berjalan menuju kelas, Relan seketika terhenti saat melihat pintu ruangan yang sudah terbuka. Dia melirik jam di tangan yang masih menunjukkan pukul enam pagi, berpikir tidak mungkin ada teman sekelasnya yang datang sepagi ini.

My Absurd Best Friends [Tamat]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt