Kalo Suka Bilang Suka!

77 26 53
                                    

Artha menghubungi Galih untuk mencari tahu mengenai tempat yang bisa didatangi demi mencari keberadaan seseorang. Menurut penuturan si teman berbadan tambunnya itu, dia bisa pergi ke salah satu rumah besar yang ada di pusat kota.

Ketika di dalam mobil, pikiran Artha kembali memutar semua percakapannya dengan Relan. Alasan Hidan pergi dan ke mana saja pria itu selama beberapa tahun ini.

"Gue tau lo kecewa sama dia, tapi gue pikir ini udah waktunya untuk lo tau semua tentang kepergian Idan."

Mendengar perkataan Relan, Artha melunak. Ditariknya tangan agar terlepas dari genggaman si sahabat bersurai legam. Dia menatap wajah tampan itu dengan dingin. Jujur saja, Artha sangat tidak ingin mengungkit masa lalu yang terasa menyakitkan begitu.

"Idan pergi karena dia minta papanya untuk biayain rumah sakit mama dan semua kebutuhan panti. Dimulai dari makanan, pakaian sampe sekolah untuk adik-adik. Bahkan biaya sekolah gue, kursus Alan, dan lo juga. Kedok beasiswa waktu itu, lo sama sekali enggak lulus, tapi pihak kampus dihubungi papa Idan buat kasi tau kalo lo lulus tes beasiswa itu. Little Princess, gue tau lo marah ke Idan, tapi semua yang dia lakuin di masa lalu itu untuk kita. Karena kalo dia enggak balik ke keluarganya, semua yang Idan minta ke papanya enggak akan pernah terwujud. Selain itu papanya juga minta agar dia enggak berurusan langsung dengan panti. Little Princess, Idan lepas mimpi dia untuk jadi pelukis demi meneruskan perusahaan keluarganya." Relan membuang udara dari hidung lebih banyak di akhir kalimat, merasa tenang setelah rahasia yang disembunyikan selama ini akhirnya bisa diceritakan pada Artha.

Mata Artha membola, tidak menduga semua yang Hidan lakukan ternyata untuk dirinya dan juga semua penghuni panti. Dia mengepalkan tangan kuat, marah karena merasa paling telat mengetahui hal ini. Jika diingat-ingat lagi, bahkan Artha belum sempat mengatakan rindu kepada si sahabat berkacamatanya itu.

"Maaf baru kasi tau lo sekarang karena Idan larang gue sejak dulu, bahkan selama dia pergi, diam-diam gue kasi kabar ke Idan tentang kita semua melalui email yang susah payah gue dapatin dari rekan kerja gue. Little Princess, gue tau gue salah, maaf ...," imbuh Relan lagi sambil memegang bahu Artha dan menunduk.

"Mana mobil?" tanya Artha yang membuat si lawan bicara mengerutkan dahi.

"Bang ... kunci mobil lo mana!" ulangnya dan langsung mendapati respon cepat dari Relan.

Suara klakson menyadarkan Artha. Segera ia menginjak gas setelah melihat lampu merah berganti jadi hijau. Di dalam hati wanita itu meluap-luap kemarahan, mengingat bagaimana bisa Hidan pergi tanpa mengatakan alasan apa pun.

Sampai di tujuan, Artha langsung turun dari mobilnya lalu menggedor gerbang tinggi yang ada di depan sebuah bangunan megah berhalaman sangat luas.

"Oi! Mata empat bangsat!" teriak Artha sambil terus menggoyangkan apa yang ada di depannya.

"Eh, Mbak! Kenapa bikin rusuh? Kalo kelaparan bukan di sini tempatnya," ujar satpam yang berada di dalam sana.

"Oi! Buka pagernya, gue mau ketemu si Hilya Dani," kesal Artha semakin brutal, membuat si lawan bicara ketakutan.

"Mbak, tenang dulu, ya? Saya panggil Tuan Dani, tapi Mbak jangan gigit pagernya, nanti gigi Mbak rontok."

"Buruan botak!" bentak Artha yang langsung diiyakan oleh petugas keamanan rumah besar itu.

Artha membelakangi gerbang dengan menyilangkan tangan di depan dada. Dia sudah menyiapkan segala sumpah serapah dalam otak untuk dikatakan kepada Hidan jika sudah bertemu nanti. Mungkin makian seperti keparat atau bajingan sangat cocok ditujukan bagi pria bermata minus itu.

"Iblis Kecil."

Panggilan seseorang membuat Artha berbalik, melihat wajah yang ada di depannya sekarang.

My Absurd Best Friends [Tamat]Where stories live. Discover now