Lo Tata, 'Kan?

92 33 99
                                    

Malam hari di salah satu ruang rawat inap VIP. Relan duduk di kursi sebelah ranjang sang Mama, memandang wajah yang terlihat pucat itu tanpa polesan make-up seperti biasa. Sesekali terdengar helaan napas keluar dari mulut, lelah dan frustasi tengah dirasakannya sekarang.

Pertanyaan Artha mengenai Sofi juga terus menghantui pemuda berambut legam itu. Setiap kali ada kesempatan, gadis tersebut pasti akan mengutarakan hal yang sama kepadanya.

"Idan udah bilang, mama baik-baik aja jadi jangan khawatir, Little Princess."

Jawaban itu pula yang selalu menjadi balasan dari pertanyaan Artha. Sulit, bahkan sangat. Relan tidak berbakat untuk berbohong, terlebih lagi menyembunyikan sesuatu dari sahabat cantiknya itu.

"Relan."

Sebuah panggilan membuat si pemilik nama sedikit tersentak dan menole ke arah pintu yang entah seja kapan terbuka. Di sana, tampak Hidan menenteng rantang makanan dan Artha yang berada tepat di belakangnya.

"Cepetan, ih!" protes Artha dan mendorong tubuh Hidan, hampir saja pemuda itu terjatuh ke depan.

Relan terkikik geli melihat tingkah kedua sahabatnya, kemudian bangun dari duduk lalu menghampiri Hidan dan Artha. Dia mengambil apa yang ada di tangan pemuda berkacamata dan meminta si putri kecil untuk duduk.

"Abang pulang aja, biar mama Idan yang jagain," ujar Artha sambil mendaratkan bokong ke tampat yang awalnya diisi Relan.

"Iya bener, eh, tunggu! Bukannya di rumah tadi sepakatnya kita berdua yang jagain?" sahut Hidan tidak terima.

"Ha? Kapan gue bilang gitu? Gue cuma pengen ikut ke sini sebentar doang, nanti juga gue pulang bareng Bang Elan," jawab Artha tanpa merasa bersalah.

"Waa ... selain rakus iblis kecil juga licik," balas Hidan dan menjitak kepala Artha yang bersebelahan dengan pinggangnya.

"Aduh! Sakit, Idan," rengek korban sambil mengusap bagian yang nyeri.

"Sttt! Kalian jangan berisik, ini rumah sakit. Meski cuma ada kita di ruangan ini tapi tetap enggak boleh berisik." Relan berusaha melerai peperangan yang terjadi dengan menarik Hidan agar mundur.

Hidan menghela napas kasar sambil menyibak rambut ke belakang. Dia tidak mau ditinggal merawat Sofi sendiri. Ruangan berbau obat-obatan itu sedikit menganggu, semua mengingatkannya kepada sang Ibu yang sempat koma beberapa bulan akibat kecelakaan.

"Little Princess, gue bisa pulang sendiri. Lo temenin Idan aja. Oke?" tawar Relan sambil menunjukkan senyumnya.

Artha memegang dagu dan berpikir sejenak. Otak biji kopinya sedikit sulit untuk mengambil keputusan sekarang. Jika pergi bersama Relan, dia bisa tidur di kasur yang empuk, tetapi dengan berat hati juga harus membantu membereskan panti. Bila memilih tinggal bersama Hidan, gadis itu akan sedikit menderita karena harus tidur di sofa, tentu saja itu akan membuat tulangnya menjadi sepuluh tahun lebih tua.

"Jangan sok kayak punya otak gitu," komentar Hidan sambil menarik bangku untuk duduk di sebelah si lawan bicara.

"Bang ... liat, tuh. Yakin tinggalin gue bareng manusia kayak Idan?" adu Artha dengan mengerucutkan bibir.

Relan sedikit tertawa, kemudian meletakkan rantang makanan ke atas meja yang ada di belakang kedua sahabatnya. Tanpa mengatakan apa pun lagi, dia pun melangkah menuju pintu sambil melambaikan tangan ke arah Artha yang masih betah memasang wajah ditekuk.

"Yah ... ditinggal, kasihan," ledek Hidan sambil memainkan ponselnya.

"Idan, ih! Ngeselin banget—"

My Absurd Best Friends [Tamat]Where stories live. Discover now