38 || Jadi ini Mahardika

80.3K 14.4K 2K
                                    

Cuaca hari ini terbilang sangat bagus. Langit berwarna biru dengan awan padat menghiasinya. Angin semilir menyejukkan, rasanya jadi ingin tidur siang.

Setelah selesai menyiapkan segala hal, akhirnya mereka jadi membuat rujak. Sambal kacang yang manis dan pedas serta beberapa potong buah segar ada di depan mereka. Duduk di tempat duduk persegi samping pohon mangga dengan Ardi yang memegang gitar dan yang lain menyumbangkan suara, membuat suasana halaman rumah Dara menjadi lebih ramai.

"SUMPAAAH KUMENCINTAIMUU!"

"Sungguh kugila karenamu!"

"Sumpah mati---"

Asep menghentikan senar gitar yang tengah dimainkan Ardi. "Lo pada jomlo, ganti lagu."

"Oke, Mang Asep," sahut Ardi lalu berhenti sejenak memikirkan lagu yang pas. Beberapa saat lagu muncul di pikirannya, jari-jarinya lantas memetik senar gitar, menghasilkan intro lagu Akad milik Payung Teduh. "Nyanyi, ye," pintanya.

Tak asing, Alfa lantas terkekeh ketika tahu lagu apa yang tengah dimainkan. Ia memberi jempol pada cowok tersebut kemudian menyumbangkan suara indahnya.

"Betapa bahagianya hatiku. Saat kududuk berdua denganmu. Berjalan bersamamu. Menarilah denganku...," Alfa bernyanyi mengikuti irama.

"Oke, Dio!"

"Namun bila hari ini, adalah yang terakhir. Namun ku tetap bahagia. Selalu kusyukuri. Begitulah adanya," walaupun terlihat ogah, mulutnya masih bergerak menyanyikan sepenggal lirik dengan baik. Yah, Dara tidak kaget lagi. Dio memang pandai menyanyi dan memiliki suara yang bagus.

"Namun bila kau ingin sendiri. Cepat, cepatlah sampaikan kepadaku. Agar ku tak berharap. Dan buat kau bersedih," kini Ardi mengambil ahli.

"One, two, three, go!"

"Bila nanti saatnya telah tiba. Kuingin kau menjadi istriku. Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan. Berlarian ke sana kemari dan tertawaaaa!

Namun bila saat berpisah telah tiba. Izinkan ku menjaga dirimu. Berdua menikmati pelukan di ujung waktu. Sudilah kau temani dirikuuu!"

"TERETETETETETET!"

Dara tersenyum lebar sembari bertepuk tangan mengikuti nada. Ia tidak terlalu hafal lirik dari lagu tersebut, jadi diam dan menyaksikan kegilaan di hadapannya ini adalah opsi yang tepat.

"Oke, bentar, tenggorokan gue keselek gajah."

"Alhamdulillah."

Andra hanya bisa memberikan jari tengahnya pada Ardi karena mulut dan sebelah tangannya sibuk minum segelas air, guna menetralkan sakit di tenggorokan-nya.

"Eh, FesGa PB udah dekat masa," kata Dara mengalihkan perhatian. Tangannya sibuk mencolek mangga muda pada sambal rujak.

"Cepet amat," sahut Asep heran.

"Lah bentar gue insomnia. FesGa apaan, dah?"

"Amnesia dongo!" Ersya mengoreksi sembari menoyor kepala Farzan. "Festival Olahraga."

"Loh?"

Seluruh atensi spontan mendarat pada Dara. Cewek yang menjabat sebagai ketua kelas itu menatap layar ponselnya dengan alis mengernyit. Penasaran, Ersya bergerak mengintip dan diikuti oleh yang lain.

"Digabung?"

Dara menolehkan kepalanya. "EH ASTAGA---" ia menutup mulutnya reflek dan untungnya latahnya belum terucap secara sempurna. Ia menghela napas pelan kemudian mendelik. "Kalian ngapain ngurung gue?!"

utopia (segera terbit)Where stories live. Discover now