39 || Asep Anak Polos Rupanya

73.3K 14.1K 2.4K
                                    

Kantin sangat ramai. Tidak pernah sepi, kecuali pada saat jam belajar. Para murid berdesakan, keringat dan bau bercampur membuat Dara meringis melihatnya. Untungnya Andra punya koneksi yang luas. Hingga dirinya tidak perlu berhimpitan dengan yang lain, karena tanpa diminta ia bisa dengan mudah mengambil pesanannya. Ah, memang pesona seorang Kalandra tak bisa dilawan.

"Teh Sisri lemon gue mana?"

"Gak tau cobain aja sono satu-satu," jawab Andra seraya memberi beberapa bungkus minuman Teh Sisri pada Revan. Mereka langsung mengerubungi cowok itu untuk mengambil minuman masing-masing.

"Ardi."

Sembari menyeruput minumannya, Ardi menolehkan kepalanya ke arah sunber suara. Ia mendapati cewek yang wajahnya tidak asing, berdiri dengan tatapan yang tidak bersahabat. "Sape?"

"Gue yang kemaren ngasih surat. Gak lo baca, ya?"

"Kagak," jawab Ardi singkat. "Kan gue bikin ngelap ingus."

Cewek itu menganga tidak percaya kemudian melotot sebal. Ia berkacak pinggang dan hendak memukul Ardi, namun tertahan dan digantikan oleh dengkusan yang keras. "Harusnya diliat dong!"

"Sape suruh lo bikinnya pake tisu? Kuno bener, udah ada kertas woi kertas!"

Cewek itu tak menjawab lagi. Tanpa mengatakan apa-apa ia berlalu dengan ekspresi wajah yang sangat sebal. Ardi tidak peduli. Ia hanya melihat sekilas kemudian asik pada makanannya yang baru saja datang.

"Tuh 'kan bener," Dara mencebik kesal. "Kasian tau, Di."

"Ssstt...," Ardi meletakkan jari telunjuk pada bibirnya. "Bomat gue mah."

"Gak berperikecewekkan."

"Ardi kan gay."

Ardi meletakkan sendoknya agak kuat lalu bangkit berdiri dan menatap Farzan. "Ayok berantem."

"Gak mau, tar gue diapa-apain sama lo."

"Wahh...." Ardi melotot sembari menunjuk Farzan yang hanya memasang wajah datar. "Gue masih doyan lobang, Goblok."

"Lobang gak doyan sama lo."

"Tarjan nih stres."

Tarjan menggebrak meja agak kuat membuat Ersya kaget hampir terjengkang. "Ayok berantem."

"Gak mau, tar gue diapa-apain sama lo," Ardi kembali duduk. Ia menaikkan sebelah kakinya kemudian makan dengan nikmat.

"Ardi nih stres."

"Lo berdua stres," sembur Ersya gemas dengan kelakuan dua orang itu.

"Oke, Tante."

"Bajing———"

"Heh Pensi ternyata mingdep. Gak jadi digabung, FesGa baru lusa."

"OSIS macam emak ini sekolah, ya. Seenaknya aja ngasih keputusan," keluh Andra dengan tangan yang diam-diam merambat ke arah piring gorengan milik Revan.

Sayangnya, si pemilik melihat hal itu. "Iya ngeluh tapi tangannya jangan gatal," katanya sambil menarik piringnya menjauh.

Andra menyengir, "Satu aja, Pan. Jangan pelitlah, kuburannya sempit nanti."

Walaupun masih dengan muka masamnya, Revan tetap memberi jalan agar Andra dapat mengambil gorengannya. "Masih gak paham hubungan pelit sama kuburan."

"Iyain aja udah."

"Ya udah, iya."

"Tarjan, gue absen kasih uang kas dulu, ye. Lagi bokek."

Farzan menoleh ke arah Ardi dengan tatapan yang heran. "Tumben. Lo pake beli sempak berapa pasang?"

utopia (segera terbit)Where stories live. Discover now